Day 3: My Favorite Quote

Masih di hari ketiga gue dalam menulis blog. Kayaknya ini bakalan jadi tulisan singkat karena gue bakalan mulai ambis UTBK dari hari ini hehehe...
Hari ini gue bakal bahas quotes favorite dari buku maupun film yang sering gue tonton. Kalian tuh suka ga sih kalau nonton film pasti harus bawa "oleh-oleh"? Bukan popcorn atau cola yang masih belum habis terus dibawa ke rumah, tapi maksud gue kayak pelajaran yang bisa di petik dari film atau buku yang kalian baca (asik). Kalau gue, nonton film itu ga lengkap kalau ga ada kalimat yang menempel. Makanya di kamar gue banyak banget sticky notes yang nempel tak terurus berisi quotes-quotes dari novel yang gue baca atau film yang gue tonton. Kalo beruntung, lu akan menemukan wish dari orang yang penting buat gue di sana. Skip, lanjut aja ya ke kutipan favorit gue hehehe..

Yang pertama ada dari buku sastra inggris klasiknya Jane Austen yang judulnya Northanger Abbey,

Sc: Google
"Beware how you give your heart"
 Jane Austen

Kalau diartikan mungkin "Hati-hati bagaimana kamu memberi hati." atau gue suka berasumsi menggunakan kata yang lebih mudah diingat jadi "Hati-hati kepada siapa kamu memberi hati." Sama aja sih, tapi kayak lebih tau aja tujuan hati-hatinya untuk apa. Entah kenapa gue tertarik pada kutipan ini, karena bukan cuma relate, tapi juga berguna untuk gue kedepannya supaya ga terlalu sembrono dalam urusan, ya benar. Jangan dilanjutkan, kalian tau sendiri.

Ehm, yang kedua ada quotes dari buku penulis Indonesia yaitu Eka Kurniawan dalam buku Cantik Itu Luka,

Sc: Wikipedia

"Ia sebenarnya waras bukan main, yang gila adalah dunia yang di hadapinya"
― Eka Kuniawan

Ini adalah kalimat yang Adinda ucapkan saat ditanya perihal apakah Kamerad Kliwon perlu dimasukan ke rumah sakit jiwa? karena jika iya, maka dokter tersebut akan memberikan rekomendasi rumah sakit jiwa untuknya. Tapi, hal itu langsung di tepis Adinda dengan "Tidak perlu, ia sebenarnya waras bukan main, yang gila adalah dunia yang dihadapinya." Buat gue ini kece sih. Karena walau segila apapun tingkah Kamerad Kliwon, Adinda tetap jadi orang nomor satu yang membelanya. Kalau gue tarik lagi dengan realita di jaman sekarang. Dunia emang udah gila, tapi apakah kita akan memilih mengikuti alur dunia atau tetap teguh pendirian walau hanya sendirian?

Ketiga, ada film dari Studio Ghibli yang berjudul The Wind Rises. Entah kenapa film ini mengingatkan gue pada kisah Pak Habibie dan Bu Ainun. Ada satu quotes yang selalu mereka ucapkan sehingga hal itu menjadi terngiang-ngiang di kepala gue sampai sekarang.

Sc. Imdb.com

"Le vent se lève, il faut tenter de vivre "
― Paul Valèry

Kutipan ini ternyata berasal dari puisi Bahasa Prancis. Tapi di film ini, hanya cukup sampai potongan diatas. lanjutan dari  tersebut kira kira begini, 

"L'air immense ouvre et referme mon livre,

La vague en poudre ose jaillir des rocs!

Envolez-vous, pages tout éblouies!

Rompez, vagues! Rompez d'eaux réjouies

Ce toit tranquille où picoraient des focs!”

Kalau diartikan,

Angin mulai berhembus, seseorang harus mencoba untuk hidup,
Udara yang luas membuka dan menutup buku saya,
Gelombang bubuk berani muncul dari bebatuan,
Terbanglah halaman-halamanku yang membingungkan matahari!
Hancur, ombak!
Putuskan dengan gelombang kegembiraan anda, 
Atap yang tenang, dimana layar seperti merpati sedang mematuk.
(correct me if im wrong guys)

Alasan gue suka quotes ini sih sederhana banget. Bahwa dengan adanya angin maka ada kehidupan. Selama angin masih berhembus, maka kita harus terus mencoba untuk tetap hidup. Entah kenapa angin menjadi alasan hidup seseorang, tapi setidaknya itu lebih baik daripada gak memiliki alasan hidup sama sekali. 

Quotes ke empat datang dari Vincent Van Gogh, 

Sc: National gallery of Art, Washington DC
(Still Life: Vase with Pink Roses)

"Ik droom van schilderen en dan schilder ik mijn droom."
― Vincent Van Gogh

Quotes ini dari Bahasa Belanda yang kalau diartikan "Aku bermimpi melukis dan kemudian aku melukis impianku." Jujur, setelah baca quotesnya juga gue merasakan paradoks yang bikin ngeri sendiri. Jadi maksudnya gimana nih? Van Gogh punya mimpi menjadi pelukis dan dia melukis atau dia bermimpi melukis dan mewujudkannya dengan menjadi pelukis? Atau dia tau dia akan menjadi seorang pelukis, makanya dia mulai melukis dan bermimpi sedang melukis? Ah ga tau lah. Intinya, dengan hasil berupa karya-karyanya, gue menjadi yakin, orang ini hebat.

Last but not least, ada satu quotes dari guru gue yang selalu terngiang-ngiang di kepala gue. 

"If we fail, we plan. If we plan, we fail."
― Guru Kesiswaan

Mungkin bakalan ada yang mengira gue meledek atau merendahkan, tapi nyatanya gue sangat respect dengan quotes di atas. Kalau diartikan ke Bahasa Indonesia menjadi "Jika kita gagal, kita berencana. Jika kita (hanya) berencana, kita gagal." Kenapa gue tambahin kata "hanya" di dalamnya? karena buat gue, kalau kita berencana bisa jadi berhasil dengan syarat pertimbangan yang matang dan eksekusi yang pas. Tapi, kalau cuma rencana saja, ga ada gerak, ya berakhir gagal. Jadi, pelajaran yang bisa gue tangkap dari quotes diatas adalah. Jika kita gagal, kita masih bisa berencana kembali sebanyak mungkin. Berencana tanpa ada batas. Tapi, jika kita hanya berencana, maka kita hanya akan jatuh ke dalam kegagalan dan penyesalan tiada akhir.

So, itulah 5 quotes favorit gue wkwkwk... 
Masih dengan hal yang ga penting untuk di baca, tapi sekalian nyambi review buku tipis-tipis. Buku-buku diatas kira-kira 15+ untuk Northanger Abbey sampai dengan 18+ untuk Cantik Itu Luka dan untuk film The Wind Rises masih cocok ditonton di segala usia. Maka dari itu, gue akan akhiri aktivitas tulis menulis di hari ketiga ini. Bye-bye~✋



 

 

Komentar

Ê• •á´¥•Ê”