UTBK
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba...
Mungkin agak aneh karena anak-anak lain menghindari soal-soal dengan kesaktian tingkat tinggi sedangkan gue malah senang karena rasa penasaran gue terobati. Rasa penasaran yang selalu muncul di benak gue adalah "Sesusah apa sih, soal UTBK itu?"
So, here we go...
Jauh hari sebelum gue menginjakan kaki di SMA gue ini, gue bertanya pada salah satu partner setia gue yang selalu menemani gue dari SMP. Orang ini bernama Dewi. Usianya mungkin jauh lebih tua dari gue. Gue inget banget, waktu gue SMP kelas 8 dia udah SMA kelas 3 (mungkin udah lulus?) Atas dasar pengalaman dan lamanya waktu hidup, gue meminta sebuah wejangan kepada dia.
"Kata lo, mendingan mana? Nilai belajar? Pertemanan? Ekstrakurikuler? Atau ngambis UTBK dari sekarang?" Tanya gue via Whatsapp, kala itu gue sedang di fase-fase 'hilang arah'
"Kata gue, mending lu belajar UTBK dari sekarang" Jawab Dewi
"Kenapa emang?" Tanya gue lagi.
"Gue UTBK dulu tahun 2019, gue nyesel kenapa gue gak belajar dari jauh-jauh hari. Jangan ngarepin SNM juga. Tau gak lu? Dulu pengumuman SNM sama UTBK jaraknya kurang dari 2 minggu. Nangis gak lu, gue belum belajar apa-apa, tiba-tiba besoknya UTBK?" Curhat dewi pada gue.
"Jadi UTBK aja nih, yang lain penting ga?" Tanya gue sekali lagi untuk sekadar memastikan.
"Ya lu tau lah porsinya, intinya UTBK nomor satu, nilai nomor dua, sisanya lu handle sendiri" Ujar Dewi.
Atas dasar wejangan Dewi tersebut, doi menjadikan gue anak yang cukup ambis. Bukan. Bukan karena gue berambisi gue akan masuk ke kampus yang gue impikan (ini juga sih). Tapi hal yang paling menonjol saat itu adalah rasa ketakutan gue pada medan tempur yang berat dan soal-soal di luar nalar. Jadilah gue, setiap gue ditelfon teman gue, untuk sekadar menanyakan kabar atau lagi ngapain, pasti gue akan jawab "Lagi belajar, ada apa?" Atau yang paling ga enak waktu teman gue mengaku bahwa sungkan untuk menghubungi gue karena takut mengganggu waktu belajar gue.
Dewi memberikan sebuah pelajaran berharga lain soal penyesalan. Gue gak mau ketika di akhir kelas dua belas nanti, gue akan berkata "Nyesel gue gak belajar dari dulu".
Hal itu terbukti sekarang. Dimana kata-kata itu gak pernah sekalipun keluar dari mulut gue. Jadi sebenarnya alasan gue ambis adalah karena gue gak mau rasa penyesalan itu menghantui gue seumur hidup.
Hingga gue akhirnya sampai di titik dimana gue sedang stress-stressnya. Selama bulan puasa, gue akan belajar sampai jam 3 pagi. Bahkan pernah sekali waktu, gue tidur jam 8 pagi. Rasanya baru sekali itu gue melihat dunia berganti warna dengan sendirinya dari hitam ke biru. Alhasil gue pusing dan sakit selama tiga hari.
Di bulan puasa itu juga, gue curhat ke tetangga gue yang kebetulan gap umur kita gak terlalu jauh. Sekitar satu tahun, lah. Gue bilang kalau mau masuk kampus negeri kok sebegininya banget ya? Yang langsung diberikan solusi sama doi,
"Udahlah, masuk UHAMKA aja sama gue."
Gue gak bisa berkata apa-apa lagi selain menolak secara halus. Mengingat gue yang masih berkelakuan aneh ini tiba-tiba masuk UHAMKA aja udah gak kebayang sebenarnya. Satu-satunya penyelamat dan pemakluman kenapa gue pantas masuk sekolah islam adalah cuma karena nama gue ada Siti-nya, udah itu aja. Beruntungnya, doi selalu mengingatkan gue untuk ibadah di bulan ramadhan itu dan enggan mengganggu gue waktu gue lagi baca sks kuning di masjid saat ceramah tiba (yang ini boleh ditiru, eh tapi dosa ditanggung pelaku loh ya)
Hingga persiapan gue untuk mencapai hari UTBK tersisa 20 hari lagi. Sebenarnya untuk materi sendiri gue siap gak siap. Tapi di minggu pertama bulan Mei, gue merasa perbekalan gue udah oke. Tapi masalahnya, gue gak tau medan tempur kayak apa dan musuh gue kayak apa nantinya. Yang lebih gue takutin di hari UTBK waktu itu bukan soalnya, melainkan 'Gue takut bingung kalau sendirian' selebihnya gue ga mikirin,
Mulailah gue mencari teman. Awalnya gue mencari teman melalui aplikasi Telegram. Dengan mengetik sebuah kalimat sakti berupa "Misi, ada yang sama gak ya jadwal sama tempatnya?" dan foto berupa tangkapan layar kartu UTBK yang gue potong hingga tersisa jadwal dan tempat UTBK-nya aja. Ya, orang gak peduli juga sih kalau gue kirim sekartu-kartunya. Tapi, siapa juga yang peduli? Malah gue malu ngeliat pilihan kampus dan jurusan gue yang terlalu berani.
Awalnya, ada respon masuk dari seseorang yang kita ketahui bernama Rahma.
Tapi sayangnya, Rahma UTBK di tanggal 3 Juni sedangkan gue tanggal 20 Mei. Jadi, survey yang waktu itu gue tunggu-tunggu malah gagal, tapi semangat menjadi Bolang gue dibangkitkan oleh Nadia. Nadia dan gue akhirnya survey di Universitas Indonesia tepatnya tiga hari sebelum kita berdua UTBK.
Tapi, masih disayangkan lagi kenapa Nadia dapat jadwal jam enam pagi sedangkan gue jam satu siang. Ini berarti, gue gak punya teman juga saat UTBK berlangsung. Disaat rasa hopeless melanda. Gue baru ingat gue punya teman satu kelas untuk gue andalkan.
"Misi, ada yang UTBK tanggal 20 di UI Depok jadwal siang?" Tanya gue, yang untungnya langsung di respon oleh Bundahara kelas kita, yaitu Putri.
*Send BC-an* "Cari disini aja, Pit" Tambah Putri setelah mengirim broadcast yang gue kira waktu itu doi mau promosi pensi. Gue hampir marah-marah karena pertanyaan penting gue tertutup broadcast itu, tapi ternyata, Putri memberikan sebuah gerbang menuju kebebasan dari pikiran gue yang semrawut. Broadcast itu berisi link untuk peserta UTBK di UI tanggal 20 Mei nanti.
Dari situ, gue mulai kembali melancarkan aksi seperti yang gue lakukan saat mencari mangsa di Telegram. Seseorang mulai mengirimkan pesan ke gue.
"P"
Sebenernya gue udah males.
"Hehe sorry" Tulis orang dengan nomor tidak dikenal ini yang gue ketahui adalah perempuan. Terlihat dari foto profil nya.
"Iya?" Tulis gue, berusaha ramah.
"Lu KKI B?" Tanya dia, yang sebenarnya udah tau.
"Yoi, FEB, Lu?" Tanya gue balik, yang sebenarnya juga gue udah tau kalau kita ada di gedung dan ruangan yang sama.
Yaiyalah, kalau engga ngapain nanya? Ya gak?
"Samaaaaa, akhirnya Ya Allah" Tulis dia saat itu, yah semoga gak terlanjur sujud syukur.
Setelah berkenalan sedikit dan gue akhirnya mengetahui bahwa namanya adalah Salma, gue mendapati juga satu pesan masuk dari nomor yang gak dikenal juga.
"Hai, kamu KKI lab A FEB B?" Tanya dia, yang gue sempat cek di profilnya ternyata namanya adalah Clarisa.
Atas tuntutan bahasa, gue menulis dengan ramah tamah juga waktu itu.
"Hai, aku Lab B FEB" Balas gue.
"Mau bareng gak nanti kesananya?" Tawar Clarisa saat itu.
"Ayo aja, aku juga gatau letaknya dimana" Aku- Eh, gue menyetujui ajakan Clarisa saat itu.
"Iya, janjian di halte FEB aja"
"Btw, gue juga ada temen nih yang sama, kita mau buat grup aja ga?" Tanya gue. Iya bener, gue gak salah nulis kok. Setelah aku-kamu, gue tiba-tiba balas pesan pake 'gue'. Gak konsisten, tapi ini bukan waktu yang tepat buat ngetawain ke-ngga-konsisten-an-gue. Ini saatnya kita membentuk grup patembayan untuk menyelamatkan hari suram bagi kita semua.
Kita bertiga akhirnya dipertemukan dalam sebuah grup yang gue beri nama "LAB KKI"
Cukup membosankan karena gue gak tau lagi mau namain grup dengan apa. Mau gue namain yang lucu-lucu takut dikira freak. Mau gak gue namain, tapi sayang gak bisa. Jadi gue namain atas dasar kesamaan kita aja lah. Sama-sama di gedung LAB KKI.
Di tanggal 15 Mei itu, kita memenuhi grup dengan sekadar bertanya rencana masing-masing. Seperti rencana survey atau rencana kumpul di hari UTBK berlangsung.
"Jadi, kita mau ketemuan dimana ini? Kalian survey ga?" Tanya gue di grup
"Engga, kalian emang dari mana aja?" Respon Clarisa sambil mengajukan pertanyaan kembali
"Gue Jakarta Timur sih (setelah gue sadari, Jakarta Timur luas) paling tiga puluh menit kalo ke UI, lo dari mana Sal, Clar?" Tanya gue ke Salma dan Clarisa
"Gue Tebet" Balas salma
"Gue Gunung Putri, dari Nambo sampe UI ya paling lama 45 menit sih, gue naik yang jam sebelas" Balas Clarisa sambil menjelaskan rencana spesifiknya waktu itu.
Hingga di tanggal 18, Clarisa tiba-tiba bertanya melalui pesan pribadi,
"Pit heloo, ini ada yang KKI A dia mau dimasukin grup hehe. Namanya Farhan, dari grup sebelah juga."
"Eee iya, lu masukin aja Clar, nanti gue jadiin admin dulu." Balas gue
"Okeey"
Gak lama setelah di Invite ke grup, Farhan tiba-tiba bertanya,
"Di sini ada yang laki-laki selain gue, ngga? Apa cewe semua?"
"Iya gak ada" Balas Clarisa
"Wkwkwkwk yaudah deh" Kata Farhan, pasrah.
Entah anehnya lagi, besoknya dia bertanya pertanyaan yang sama,
"Ini beneran gak ada yang laki-laki di sini?"
Karena bosan dituntut pertanyaan yang sama, gue pun menjawab.
"Gue laki-laki bang" Kata gue saat itu.
"Ah, seriusan? Wkwkwkwk" Balas Farhan, ragu.
"Dari kemarin lagian nanya mulu, heran. Gak ada" Aku gue akhirnya.
Hingga selesai ngomongin soal bis kuning warna abu-abu, tempat parkir, sampai ke gedung yang mana yang bakalan kita datangin, atau patokan-patokan khusus biar ga nyasar. Di hari itu, gue merasa persiapan gue udah oke. Materi udah, perlengkapan udah, teman udah, strategi nembak juga udah, saatnya eksekusi.
Pagi itu, di tanggal 20, gue bangun dengan tidak biasa. Entah perasaan apa yang melekat tapi gue merasa bahwa gue tidak apa-apa. Situasi ini bahkan gak lebih berat daripada situasi waktu lebaran tiba. Gue merasa UTBK adalah hari lebaran buat gue. Engga... Makin kesini makin ngaco nih.
Di jam 10, gue siap-siap memesan grab bike dari rumah. Gak sampai berapa lama, akhirnya datang dan gue naik motor sekitar 30 menitan dengan kecepatan kilat.
Serius, ini pertama kali gue naik motor kayak mau terbang. Lu gak bakalan bisa bayangin kecuali ngerasain sendiri dan ngetawain.
Jalanan di jam 10 emang lenggang banget, tapi masalahnya, gue gak pakai helm dengan benar, jadi otomatis gue lebih khawatir helm gue terbang dibanding gue yang bisa aja senasib sama helmnya. Masalahnya juga, ini abang grab. Kalau teman gue sendiri bisa aja gue maki-maki kalau bawa motor gak pake otak. Kalau abang grab?
Untungnya, setelah sampai di UI, abangnya lebih pelan. Entah karena sebelumnya ada banyak polisi yang mengawasi atau karena sadar kalau UI tempat orang belajar, bukan balapan. Gue gak tau. Yang jelas hari itu, gue berdoa agar diberi keselamatan dulu. Sesaat setelah sampai, gue masih struggle dengan helm gue, yang berakhir abang grab-nya bukain. So sweet.
Masih dengan struggle dalam mencari teman.
Menurut lu aja? kita ketemuan tanpa tau tampilan fisik masing-masing, apa gak pusing?
"Udah di UI gengs, ada bikun nih" Tulis gue ke grup sambil memberikan informasi, siapa tau ada yang butuh bis kuning.
"Tapi ada terus gak?" Tanya Clarisa.
"Sini Pit." Ujar Farhan.
"Tiap sepuluh menit sekali Clar, kalian dimana?" Tanya gue.
"Gue udah di FEB." Balas Farhan saat itu.
Gue masih harus berjalan ke gedung KKI, tapi karena Farhan bilang dia ada di FEB gue jadi hampir masuk ke dalam gedung FEB yang ada di tengah.
"Gue juga (di FEB). Ribet nih, gue gak tau lu yang mana." Keluh gue saat itu.
"wkwkwk gue deket Bank Mandiri, lu pake baju apa? Gue kemeja putih" Kata Farhan sembari memberi perincian agar gue mudah mengenali dia.
Mulai lagi keanehan.
Saat udah di dekat gedung KKI, gue melihat ada seorang anak cowok yang berkemeja putih. Kalau sesuai ciri-ciri yang Farhan kasih tentang dirinya, gue yakin banget orang ini Farhan. Karena cuma dia satu-satunya yang ada disana, berkemeja putih, dan lagi liatin hp. Tepat di depan orang yang gue yakini adalah Farhan, ada seekor kucing gendut berwarna putih lagi tiduran.
"Depan kucing, lu ya?" Tanya gue di grup. Entahlah, otak gue kemana waktu itu. Akhirnya gue sok asik dengan orang yang gue sangka bernama Farhan ini,
"HAAAIIIII!!!" Ucap gue sok asik sambil ketawa-tawa.
*Gue sumpah demi tuhan, malu banget nulis ini. Bisa dirasakan rasa awkward ini masih menyelimuti gue sampai sekarang.
Orang yang gue sapa, gak memberikan respon yang gue minta. Gue kira dia bakalan sok asik dengan nanya "Lo Ipit ya?" atau apa kek gitu yang bikin gue gak malu-malu amat.
Dia cuma mandang gue dengan kaget sambil melotot dan saat itu yang gue tangkap, mukanya mirip Jerome Polin. Gue melipir pergi dan mengelus-elus kucing yang untungnya pindah tempat. Gue malu banget saat itu, tapi kalau melipir jauh, gue cuma bakal disangka orang gila. Akhirnya gue marah-marah ke grup.
"Jing, lu yang mana sih Han?" Bad word tadi harusnya gak terucap ke orang baru, maaf ya.
"Bentar-bentar wkwkwkw, kayaknya kita beda Bank Mandiri GASIIIII?"
HOWASEEEEM, TAU GITU GUE SOKAB SAMA KUCING PUTIH AJA DARI AWAL, BUKAN ORANG BERKEMEJA PUTIH AAAARGGGGH FARHAAAAAN!!!
"Gue salah negor orang, gue di depan KKI gedung B" Ketik gue, pasrah.
Dan keselnya cuma di "wkwkwkw" in sama orang asing bernama Farhan ini.
Gue bertanya keberadaan Salma dan Clarisa, tapi mereka masih jauh. Ada yang baru sampai stasiun ada juga yang gak balas-balas, gak tau kemana.
Akhirnya gue meminta Farhan untuk share location.
Lokasinya gak jauh.
Gue juga diminta untuk share location.
Lokasi gue dan Farhan gak jauh.
Hingga opsi terakhir adalah foto bagian depan. Gue mencoba memfoto bagian samping kanan gue untuk memberi patokan pada mobil merah supaya Farhan gak nyasar. Barulah dia balas,
"Gue tadi dari sana" Aku Farhan.
"Terus sekarang lo di mana?" Tanya gue.
"Ya ampun guysss, padahal udah satu titik ðŸ˜" Tulis Clarisa, lelah ngeliat kita berdua kayak orang aneh.
Hingga satu orang yang dari jauh muncul. Berkemeja putih, pake kacamata, dan gue udah gak mau negor lagi. Keledai aja gak mungkin jatuh dua kali di lubang yang sama, masa gw iya?
"Lo Ipit ya?" Tanya Farhan sambil duduk di sebelah tempat yang lagi gue duduki sekarang.
Gue gak tau mau ngomong apa, reflek gue cuma bilang.
"Gue malu tadi abis negor orang, gue kira itu elo" Keluh gue ke Farhan.
"Lah, gue kira lo laki-laki, makanya gue cariin, kok gak ada laki-laki pakai flanel coklat?"
"JADI LO MASIH PERCAYA? KAN UDAH DUA HARI BILANG GA ADA LAKI-LAKI!" Pengen rasanya gue bilang begini, tapi hal itu gue urungkan demi first impression.
Lagian sebenarnya, waktu gue lagi elus-elus kucing di depan gedung KKI, gue liat Farhan berlari ke Bank Mandiri. Mungkin dia mencari gue yang waktu itu bilang gue ada di depan Bank Mandiri, padahal gue lagi elus-elus kucing. Jadi, untuk hari itu gue mengakui bahwa gue juga salah.
Gak lama kami ngobrol, gue bilang ke dia untuk shalat jum'at. Masalahnya dia gak tau di mana masjid. Gue juga gak tau, jadi gue minta dia pakai google maps aja. Gue di ajak ke masjid saat itu,
"Lo mau ikut Pit?" Tanya Farhan.
"Boleh, lu bawa peci dua gak?" Tanya gue, yang masih kesal karena disangka laki-laki.
"Bukan gitu, maksudnya ikut aja daripada disini sendiri" Kata Farhan meluruskan.
"Gak deh, gue nanti mau shalat di mushola aja biar ga nungguin yang shalat Jum'at"
Setelah dia pergi, gue sendirian lagi. Kali ini gue mendapat sebuah pesan dari Ilham. Teman les online gue yang sama-sama akan UTBK di UI hari itu.
"lu di mana, Pit?" Tanya Ilham.
"FEB, lu?" Tanya gue balik.
Ilham cuma membagikan lokasi terkininya melalui chat.
"Jauh" Kata gue.
"Gue nyasar" Ilham membagikan foto sedang berada di Perpustakaan UI.
Gue menyarankan hal yang sama kayak Farhan. Coba pakai Google Maps.
Masih 'kekeuh' untuk bertemu gue, dia bertanya lagi,
"Lu di mana sih?" Tanya dia lagi untuk yang kedua kalinya.
"Bank Mandiri FEB dibilang, lagi nemenin kucing ngobrol" Balas gue lagi.
"Dah lo berdua ngobrol" Usul Ilham, ga guna.
"Iya ini lagi nanya kunci jawaban" Balas gue, ngasal.
"Lu sendiri apa gimana?" Tanya Ilham lagi.
"Ada temen gue, bukan temen sih, stranger tapi baru kenal, lagi shalat jum'at orangnya" Gue bingung mau menyebut Farhan apa.
"Owh, ini lagi ngobrol sama gue" Aku ilham.
"Bohong" Tuduh gue.
Setelah percakapan dengan Ilham. Gue mulai beranjak mencari Clarisa.
Gak lama setelah share location masing-masing dan mengungkap warna baju masing-masing akhirnya kita berdua dipertemukan.
"Lo Ipit ya?"
"WAHAHAHA ANJIR GUE UDAH LIAT LO TAU" Kata gue sambil ketawain dia karena sebenarnya gue udah liat Clarisa mondar-mandir tapi ga tau mau kemana. Belajar dari tragedi Farhan, gue gak mau lagi sok akrab sama orang baru.
"Kenapa lu ga manggil gue?" Tanya Clarisa.
"Gue abis salah manggil orang tau" Kata gue, masih nahan malu.
Sambil berjalan mencari mushola yang letaknya cukup jauh, kita berduapun akhirnya shalat bersama. Gak lama setelah shalat, ternyata Clarisa mau mencari toilet dulu. Gue menunggu sambil melihat pemandangan danau dan lagi-lagi kucing yang gak bisa kalau gak gue pegang.
Saat gue melihat kebelakang, ada Clarisa yang ternyata udah keluar dari toilet.
"Mau ninggalin gue ya lu?" Suudzon gue.
"Engga, ini mau ngejar dia... Eh-Eh..." Ucap Clarisa sambil menunjuk kucing belang yang tiba-tiba pipis di depan kita.
"HAHAHAHAHAHA ANJIR" Tawa kami bersamaan.
Gak lama setelah kita balik, ternyata pintu gedung sudah dibuka. Banyak orang juga yang duduk berbaris disana. Gue berniat menunggu Farhan balik tapi ternyata dia udah di dalam waktu gue telfon. Jadi gue dan Clarisa masuk bersamaan. Gue duduk di sebelah Farhan sedangkan Clarisa di belakang Farhan. Tapi tunggu, di mana Salma?
Gue langsung melakukan klarifikasi tentang pengakuan Ilham yang katanya ngobrol dengan teman baru gue ini. Tapi ternyata, Ilham gak ngobrol sama Farhan. Entah kenapa di pikiran gue saat itu adalah, kalau mereka ngobrol, gue akan jadi sasaran empuk untuk bahan tertawaan mereka. Apalagi tragedi salah orang itu terus menghantui gue. Syukurnya, orang yang mirip Jerome Polin itu gak lagi menampakan diri di depan gue.
Gak lama, gue bertanya di grup,
"Salma, lu di mana?"
"Udah di kursi" Jawab Salma.
Masalahnya, Salma harusnya ada di satu barisan dengan gue. Tapi dari tadi, gak ada interaksi sama sekali. Entah mungkin dia di depan? Tapi di belakang gue saat itu, ada satu orang perempuan yang duduk, jadi gue tanya langsung.
"Bangku belakang?" Tanya gue.
"Iya" Jawab Salma, singkat.
Saat itu gue mulai menengok ke arah Clarisa yang ada di sebelah kanan belakang gue untuk meyakinkan, apakah orang di sebelah kirinya adalah Salma yang kita maksud?
"Lu yang mana?" Tanya Salma ke gue.
"Pake baju maroon" Jawab gue (padahal ini Clarisa)
Setelah gak lama, Clarisa bilang ke gue kalau orang disebelahnya beneran Salma yang asli (emang ada gitu yang palsu?)
Pengawas UTBK sudah mempersilahkan kita untuk hampir memasuki ke ruangan masing-masing. Dengan berbaris waktu itu, gue ambil di barisan paling belakang, di depan gue ada Salma. Tiba-tiba saat berjalan gue mendengar orang teriak,
"IPIIIIIT!!!"
Saat gue tengok, gue gak kalah teriaknya,
"NASHAAA!!!"
Teman SMP gue. Kita pun saling tos (lebih tepatnya tonjok-tonjokan) karena jujur aja gue kesal. Kenapa dia ga bilang bakalan UTBK di hari dan tempat yang sama?
Kita saling lihat-lihatan karena ruangan Nasha dan gue berbeda. Dia di sebelah kanan dan gue di kiri. Setelah di panggil, satu per satu peserta masuk dan duduk di depan komputer masing-masing. Gue mendapati bangku paling belakang. Di sebelah kanan gue ada Salma dan kiri gue ada anak perempuan yang gue gak tau namanya.
Kita memulai hari itu dengan doa dan simulasi terlebih dahulu.
Setelah diberi kertas ujian, saatnya gue membuka subtest pertama.
Yup, Penalaran Umum.
Gue cukup kaget ga kaget sebenarnya. Mengingat apa yang gue pelajari di try out ada bahasa panda bahkan hitungan yang di luar nalar, tapi di sini gue cuma mendapat pernyataan pasti benar atau pasti salah. Lagi-lagi, mungkin ada yang gue tembak.
Lanjut ke Pemahaman Bacaan dan Menulis.
Okelah ini, gue mendapati beberapa kemudahan karena sebelumnya (atau bahkan selalu) mantengin Twitter dan Instagram Kak Fauzan. Apalagi thread h-30 itu membantu hidup gue banget.
Ke tiga ada Pengetahuan dan Pemahaman Umum
Masih oke juga, ada frasa dan kawan-kawannya. Untuk pelajaran bahasa gue rasa masih lumayan. Dibanding soal try out memang kayaknya UTBK sedikit lebih aneh (bukan mudah).
Di Pengetahuan Kuantitatif gue nembak poll.
Lanjut ke Bahasa Inggris, gue mau muntah berat. Karena teks panjang kayak koran, 20 soal, waktu 15 menit. Gue yakin, orang keturunan Inggris asli aja bakalan ngajuin keberatan.
"Twenty test questions in fifteen minutes, it's about grammar, isn't it?"
"it's not about grammar, i assure you, it is about a fuckin nonsense"
Yah begitulah kira-kira. Sampai akhirnya gue bertemu dengan TKA. Gue pikir kemudahan akan merasuki soal gue kala itu.
Tet tot... Salah.
Pertama gue ngerjain sejarah.
Ada yang tau Wazir? Bahkan sampai asingnya istilah itu, ltmptnya sendiri miringin kata itu. Gue jujur aja gak tau. Yang gue tau wasir. Tapi apa hubungan antara masyarakat timur tengah dengan wasir? Apa Firaun pernah kena wasir sebelumnya?
Gak usah tanya gue geografi, gue gak tau.
Ekonomi juga. Ini tuh kayak definisi,
"Gue belajar buat diri gue sendiri, bukan buat ujian"
Karena apa yang gue pelajarin banyak yang gak keluar di ujian. Tapi kalau mau di adu sama teman gue yang suka ngajak bahas sejarah, gue yakin TKA gue masih oke alias nempel di otak.
Lanjut terakhir ke sosiologi.
Ini mah sumpah demi tuhan. Bukan sosiologi yang kayak gini yang gue maksud. Semuanya bisa gue kerjakan sih emang, tapi gak semua bisa gue yakini benar. Tapi gue berharap, semoga kebenaran menyertai gue. Amiin.
Ac di ruangan benar-benar dingin. Mana waktu itu hujan. Gue melirik di depan gue ada anak laki-laki yang lagi meringkuk menutupi tengkuknya dengan kerah kemeja yang sedang dia pakai. Gue juga melakukan hal yang sama. Setelah mengisi sebuah formulir yang berisi reviewan untuk para pengawas, gue pun buru-buru ke luar untuk menghindari alergi dingin gue yang sebentar lagi hampir kambuh.
Gue langsung menelusuri satu titik dimana disitu ada Nasha dan Clarisa. Entah kapan mereka dekat. Hingga akhirnya sambil berjalan, gue masih kesal sama Nasha yang gak ngabarin ke gue kalau kita UTBK di hari yang sama. Nasha yang langsung ngalihin,
"Eh ini temen sekolah lu, Pit?" Tanya Nasha.
"Engga, gue baru ketemu juga, jadi Iya temen gue" Balas gue.
Nasha pun bertanya ke Clarisa,
"Emang lu sekolah di mana?"
"SMA Gunung Putri 1"
"Buset, di mana tuh" Heran Nasha
"Kenal Ilham ga?" Tanya gue
"Siapa lagi, Pit?" Nasha masih bingung.
"Temen les gue"
"Duh gak tau, Ilham siapa"
"Eh lu Gunung Putri 1 ya, kayaknya Ilham 2, sorry salah" Kata gue
"Iya, kalau Gunung Putri 2 deket kota wisata" Tambah Clarisa.
Sedangkan Farhan udah duluan ke bawah, gue gak melihat Salma lagi hari itu.
Di bawah, ternyata Farhan lagi menelfon temannya. Gue awalnya mengajak dua orang itu untuk shalat maghrib terlebih dahulu, tapi karena buru-buru, yaudah gue ikut Farhan dan Clarisa sampai di stasiun. Sedangkan Nasha di jemput pulang.
Kami bercerita tentang banyak hal hari itu. Tentang alasan memilih jurusan, kenapa IPA dan IPS, alasan kenapa harus UTBK di UI, dan masih banyak hal lain yang kita bahas hari itu.
Ketika gue udah pesan grab, tiba-tiba Ilham mengirim pesan lagi,
"Udah selesai? Mau ketemu ga?" Tanya Ilham memastikan.
"Bego, gue udah balik, lu kemana aja lagian?" Masih dibalas dengan bad word.
"Itu lu nge-chat, gue baru keluar ruangan" Balas Ilham, membela diri.
"Gue udah jauh, kapan-kapan aja ya kita ketemu" Kata gue lagi.
"Bilang aja gak mau ketemu, mau gue ajak makan dulu padahal" Ajak Ilham, padahal percuma, gue gak bakalan putar balik juga.
"Ngantuk gue" Balasan terakhir yang gue ingat.
Karena jujur, hawa dingin di hari itu benar-benar bikin gue mau tidur di jalanan kalau aja bisa.
Dari UTBK ini gue harus berterima kasih sama banyak banyak orang.
Tania yang tiba-tiba kirim sebungkus winko babat ke rumah.
Cinta dan Adis yang udah menemani gue kalau gue sendirian.
Nadia dan Dzaqi yang mau ngajak gue mengenal lebih dalam Universitas Indonesia.
Farhan yang mau nganterin gue dan Clarisa ke stasiun.
Clarisa yang mau nemenin gue ke mushola.
Salma yang ada di sebelah gue untuk gue ajak ngobrol.
Ilham yang bersikeras ngajak gue ketemu bahkan hampir traktir makan.
Orang-orang yang udah menyemangati gue melalui berbagai media.
Bahkan sampai ke kucing putih yang menyelamati gue dari rasa malu karena salah panggil.
Entah apapun hasilnya.
Entah apapun yang nantinya akan gue dapat.
Seenggaknya, biarkan gue untuk berterima kasih dulu.
So, segitu aja mungkin hal yang bisa gue bagi, thank you guys udah di baca~😄
*Beberapa foto dan kalender
Komentar
Posting Komentar