Hi Pajagans!
Hehe... Biasanya, gue menyapa pembaca blog ini pakai "Hi guys, it's me Pit" Tapi, semenjak gue pulang dari KKN, gue merasa masih menjadi warga Desa Pajagan. Gue biasa menggunakan kata Pajagans untuk menyebut warga Pajagan dan seisinya termasuk kelompok KKN 277. Jadi, karena blog ini gue buat khusus untuk teman-teman KKN gue, so sekali lagi, hai Pajagans!
Gimana nih, setelah 30 hari berlalu selepas KKN?
Penat?
Capek?
Masih dalam situasi dan kondisi yang ga bisa di deskripsiin?
Atau malah udah have fun dan lupa sama apa yang udah kita lakuin sama-sama satu bulan yang lalu?
Entah apapun yang kalian rasain dan di manapun kalian berada, gue cuma berharap kalian bahagia.
Tulisan ini adalah pov dari gue bahkan sebelum gue menginjakan kaki di Pajagan sampai sekarang akhirnya gue bisa menulis ini. Yang jelas banyak perasaan tersisa dan sayang sekali kalau hanya untuk dilupa. Jadi, izinkan gue menuliskan sisa perasaan yang gak akan cukup kalau hanya sekadar gue ungkapkan dari mulut gue yang kaku kayak kanebo kering.
------------------------------------------
Awal mulanya, saat tau di semester 4 ini gue akan KKN, gue memutuskan untuk riset ke beberapa kating.
Harus kemana gue pergi di KKN kali ini?
Beberapa kating ada yang menyarankan untuk pergi ke Pangandaran, Garut, atau ke daerah Pengalengan sampai Ciwidey sekalian karena menurut mereka, daerah itu bagusnya bukan main dan mereka yakin kalau gue pasti enjoy dengan keindahan alam di tempat KKN yang mereka rekomendasikan tadi. Gue hanya menggangguk ria sembari berpikir ulang,
lebih baik gue memilih based on topik yang gue suka atau malah persetan topik tapi pilih aja lokasinya yang gue suka?
Dilema itu membawa gue untuk kembali menilik topik yang gue mau. Gue melihat ada topik mengenai batik di daerah Garut. Hmm... Menarik. Sisanya, gue hanya memilih berdasarkan lokasi. 1 tempat di Pangandaran, 1 tempat di Garut, 1 tempat di Pengalengan, nah 1 sisanya di mana?
Kebingungan itu membawa gue ke Kak Jacky, kating gue di HI.
"Kak, gue bingung. 1 lagi di mana ya menurut lu?" Tanya gue
"Ih, di sini aja nih, nama desanya Pajagan. Dulu gue KKN di situ, tempatnya enak abis, warganya baik-baik" Sambut Kak Jacky pada pertanyaan gue. Dia sembari mengeluarkan ponselnya dan menunjukan foto-foto selama dia KKN di sana. Lantas, gue penasaran akan beberapa hal mengenai desa bernama Pajagan itu. Gue langsung bertanya pada Kak Jacky dengan membabi buta. Pertanyaannya berisi kekhawatiran gue pada KKN dan Desa Pajagan itu sendiri. Hingga satu hal yang gue ingat dari Kak Jacky,
"Tempat itu tuh enak banget asalkan orang-orangnya"
Lagi-lagi gue selalu berada pada pertaruhan batin seperti ini. Masalahnya, mana gue tau orang-orangnya siapa? Kalaupun gue sudah pasti ditempatkan di situ, tapi kan, gue masih harus kenalan dan adaptasi lagi dengan kelakuan semua orang di dalam kelompok. Ga cuma di Pajagan, sih, sebenarnya, tapi di semua tempat. Nah, gimana kalau di Pajagan ini, ada hal atau orang yang gue ga suka?
Hati gue menyerah. Gue ternyata memilih topik KKN nomor terakhir di Pajagan. Tapi, gue yakin gue gak akan ditempatkan di sana karena 3 sisanya adalah topik yang dominan ke tempat-tempat enak, bukan antah berantah yang mana di sini gue bahkan ga tau Pajagan itu di mana. Gue menaruh topik batik di nomor pertama, lalu topik yang berlokasi di Pengalengan nomor 2, topik dengan lokasi Pajagan di nomor ketiga, dan terakhir di Pangandaran. Gue berdoa di dalam hati setelahnya,
"Semoga di Garut, atau Pangandaran, atau Pengalengan, terserah yang penting jangan di Pajagan"
Tapi naas, doa gue belum bisa diterima. Setelah 4 hari berlalu, gue mendapatkan kabar bahwa gue ditempatkan di Pajagan bersama 15 orang lainnya. Pemikiran gue saat itu adalah,
"Gak apa-apa, yang penting masih ada anak sejurusan gue, kan? KAN? KAN?"
Tetot! Gak ada anak HI. Bahkan, gak ada anak FISIP sama sekali selain gue seorang. Kepala gue mulai melayangkan adegan film Spongebob waktu Squidward naik mesin waktu dan sendirian sehingga muncul banyak tulisan "Alone" di setiap sudutnya.
Gue lah Squidward itu sekarang.
Saat gue tau anak-anak sejurusan gue minimal berempat atau setidaknya berdua, tapi maksud gue seenggaknya ada temannya lah, gitu. Sedangkan gue bahkan gak punya orang untuk gue ajak diskusi mengenai topik KKN ini sama sekali. Gue selalu bingung saat di tanya teman-teman sejurusan gue dan berakhir misuh-misuh karena gue belum ada teman. Gue langsung mencari teman-teman gue melalui snapgram di second account gue. Untungnya, banyak teman-teman gue yang baik dan mengenal beberapa anak di antaranya. Kala itu, gue beneran kayak domba tersesat yang hilang arah dan gak ada teman.
Edla, teman radio gue memberi tahu kenalannya yang sama-sama anak MPM yaitu Tanti dan Vania. Setelah itu ada Raja dan Sasi, teman sejurusan gue yang memberi tahu gue bahwa mereka punya kontak Zulfa. Ada lagi dari Btari yang memberi gue kontak dan Instagram Jessica.
Saat itu, gue hanya berpikir untuk mengontak Zulfa duluan karena dia yang paling dekat dengan teman sejurusan gue. Untungnya, Zulfa sendiri merespon gue dengan hangat sehingga gue merasa beliau ini bisa gue andalkan. Disitu Zulfa menyadarkan gue bahwa topik yang kami pilih berbau Faperta tapi anggota KKN Pajagan ini gak ada anak Faperta sama sekali. Kebanyakan anak Fikom, FEB, FKEP, dan FIB, terus ada 1 anak Fisip yang clueless. Gue hanya tersenyum kecut setelahnya dan bete berhari-hari.
Agenda KKN gue dibalut juga dengan agenda-agenda lainnya. Di hari sebelum KKN berlangsung, gue benar-benar tidak memfokuskan diri gue pada agenda KKN itu. Bahkan gue sering mendapat pertanyaan dari teman sejurusan gue,
"Loh, lu belum first meet?"
"Belum"
"Anjir, KKN lu ngapain emang?"
"Gak tau, gak peduli juga, gak ada temen" Ucap gue saat itu. Tapi, teman gue hanya menenangkan karena dia tau orang seperti gue gak mungkin gak punya teman, katanya. Padahal, siapa tau gue beneran gak dapat teman di KKN kali ini?
Hingga hari yang ditunggu-tunggu tiba. Dosen pembimbing gue akhirnya mengajak kami berkenalan melalui Zoom. Di hari yang sama, gue sedang terjebak hujan di Kantin Fapet Ciparanje pada malam hari. Atas pemikiran impulsif dan ketidakpedulian gue pada first meet itu, gue sih gas-gas aja di ajak ke Ciparanje alias hutan belantara Unpad. Sampai akhirnya ketika gue membuka grup, gue menyerah dan memilih join walau gak oncam.
Gue inget, sesi perkenalan itu dibalut dengan pertanyaan nama, jurusan, fakultas, dan asal daerah. Lalu setelahnya, dosen pembimbing gue, Pak Diar, bertanya,
"Nanti kamu keberatan gak kalau pas KKN harus tinggal bareng 16 orang lainnya?"
Tentu saja gue menjawab "Engga, Pak. Saya di kostan juga tinggal rame-rame, kok" Jawab gue. Setelah itu, gue gak mempedulikan sisanya dan hanya bergumam dalam hati semoga hujan segera reda dan gue bisa pulang walau akhirnya hujannya gue terobos bersama dengan 2 orang teman gue lainnya, Wianda dan Thya.
Hingga meet selanjutnya berlangsung di Titik Awal. Ini adalah kali pertama gue bertemu secara langsung dengan mereka semua. Walau katanya ada beberapa orang yang berhalangan hadir, tapi tetap saja gue deg-degan. Lebih tepatnya gue takut. Banyak asumsi-asumsi yang ada di kepala gue dan membuat gue pusing sendiri akibat pikiran yang terlalu over ini. Tapi, untungnya gue sudah kenalan duluan dengan Zulfa sehingga rasa takut itu hilang dalam sekejap. Gue pede aja datang ke Titik Awal. Untungnya lagi, gue banyak melihat kawan sejurusan sedang rapat PPKMB dan Aesthete di sana. Gue jadi semakin yakin gue gak bakalan digebukin karena kalau-kalau ada yang mau ngeroyok gue, minimal teman sejurusan gue akan membantu misahin. Atau malah bantu gebugin ya? Wallahualam.
Akhirnya, gue melihat teman-teman KKN gue. Walau awalnya gue sempat bingung mereka duduk di mana karena agak asing. Tapi, Zulfa lagi-lagi membantu gue dengan melambaikan tangannya dan gue akhirnya bisa bertemu secara langsung dengan mereka. Sesaat setelah gue duduk, jiwa ekstrovert gue tiba-tiba muncul. Gue akhirnya berkenalan dengan mereka semua. Akhirnya gue tau bahwa orang di sebelah kiri gue adalah Aisyah dan Fasya, sebelah kanan gue ada Agtan dan Wiar. Lalu paling tengah ada ketua kami yaitu Afa. Sebelah kanan Afa ada Daffa dan Paung, lalu sebelahnya lagi ada Jessica, Syahda, dan Zulfa sendiri. Kami awalnya canggung. Tapi, setelah mulai beranjak jauh dan membahas hal-hal penting seputar KKN, kami sudah mulai bisa sedikit santai.
Gue juga yang tadinya takut untuk melemparkan jokes dan mengeluarkan perilaku jamet yang gue punya akhirnya bisa gue keluarkan juga. Anehnya, ada satu orang yang merespon jokes gue itu. Orang itu adalah Daffa.
"Kayaknya gue bisa deh, survive di KKN buat 1 bulan ini" Ucap gue dalam hati setelah tau there is someone who can match my freak.
Gak lama kemudian, disaat kita tengah membicarakan divisi fungsional, datang Vania dan Nesya yang langsung duduk di seberang Afa. Kami melanjutkan kembali perbincangan dan terbentuklah divisi rumah dan divisi desa. Gue menjadi security untuk divisi rumah karena mungkin orang-orang melihat muka gue yang galak. Sedangkan di divisi desa, gue berperan sebagai sosial media.
Selesai membahas semuanya sampai beres, kami bermain Paranoia. Entahlah ini permainan apa, yang jelas gue akan memperingatkan ini kepada para pembaca untuk jangan pernah memainkannya. Permainan ini dapat memicu terjadinya permusuhan di antara kita. Gimana engga? Nih, gue bocorin soal rules-nya.
Sebenarnya permainannya simpel. Nanti, nama-nama kami akan dimasukan ke dalam spinwheel. Setelahnya, nama yang terpilih akan mendapatkan pertanyaan dari teman sebelah kanan atau kiri mereka. Tapi, pertanyaannya harus yang merujuk pada orang secara spesifik. Misal, "Siapa di sini yang paling baik?" Nah, setelah berpikir keras, maka orang tersebut harus mengajak suit orang yang dia maksud. Kalau semisal orang yang diajak suit kalah, maka dia tidak akan mengetahui pertanyaannya. Tapi, semisal menang, maka orang yang mengajak suit harus membocorkan pertanyaannya.
Gimana? Masih mau main? And anyway, permainan ini juga yang mewarnai 31 hari gue selama di Pajagan.
Gue sendiri saat itu mendapatkan pertanyaan dari Agtan.
"Siapa yang menurut lu paling pick me di sini?"
Astaga! Gimana ini? Mana baru kenal? Gue juga ga terlalu kenal sama mereka.
Akhirnya, gue mencoba membangun eye contact dengan mereka. Lalu, gue mendapati 1 orang yang dengan semangat dan melemparkan senyum curiganya ke gue. Langsung saja, tanpa basa-basi, gue ajak dia suit. Sialannya, gue kalah. Jadi gue langsung membocorkan apa isi pertanyaan Agtan tadi pada Nesya. Semua orang takut. Semua orang bingung. Gue juga sama, cuma gue bilang sekali lagi kalau itu pertanyaan Agtan, bukan gue. Akhirnya, setelah permainan tersebut selesai, kami semua pamit pulang.
Lusa, gue sedang memikirkan gebrakan apa yang bisa gue bawa as a social media? Gue jadi memutar otak untuk membentuk sosial media KKN kami agar bisa lebih iconic dan orang-orang tertarik untuk melihatnya.
Akhirnya di suatu sore yang santai itu, gue sedang mendengarkan lagu dari Shaggydog yang berjudul "Di Sayidan" Sembari bergumam menyanyikan lagunya, tiba-tiba gue keceplosan,
"Di Sayidan, di Pajagan~"
Loh? Setau gue liriknya gak gitu. Akhirnya, kembali gue dengarkan,
"Di Sayidan, di jalanan, angkat sekali lagi gelasmu kawan~" Ulang vokalis Shaggydog sekali lagi.
Kan? Salah. Eh, tapi setelah gue pikir-pikir, di Pajagan boleh juga.
Akhirnya, tercetuslah nama Instagram internal kami yaitu @dipajagan dengan Instagram eksternal yang gue buat lebih formal yaitu @kknpajagan. Instagram eksternal sengaja gue kosongkan dulu semuanya, nah untuk yang internal langsung gue eksekusi dengan memasang meme ikan di film Spongebob sedang membawa bendera merah yang waktu itu gue asumsikan sebagai menyerah. Setelahnya gue memasang bio "Berat sama dipukul, ringan sama dijinjing". Gue juga kepikiran membentuk nama sapaan untuk kami atau warga Pajagan, yaitu Pajagans. Setelah beres urus sosmed, gue akhirnya meminta anak-anak lain untuk mem-follow-nya melalui Instagram mereka masing-masing. (Kalian juga jangan lupa follow yaa! Hehe)
Setelah itu, terdapat beberapa pertemuan kembali sebelum kami menginjakan kaki di Pajagan. Di pertemuan kedua dan ketiga, gue sudah sesantai itu. Pun dengan teman-teman gue. Gue mendapatkan teman baru juga yaitu Agtan. Maksudnya di sini adalah orang yang gue anggap bisa dekat dengan gue selain Daffa. Hal itu terjadi karena selain Daffa yang menurut gue freak Agtan juga ga kalah aneh kelakuannya. Ditambah dengan kami yang waktu itu dijuluki trio kriminal membuat gue yakin bahwa mereka bisa menjadi teman baik gue kala itu.
H-1 keberangkatan, kami semua diminta untuk melakukan upacara pelepasan di depan rektorat. Saat itu gue kebingungan karena baju gue hilang.
Ampun deh, padahal baru 1 hari lalu gue mengambil bajunya di Lawson, tapi sekarang baju itu gak ada.
Seingat gue sih di radio, tapi saat gue cari juga tetap gak ada. Curiga gue di dirkema. Masalahnya, kalau mau ke dirkema berarti gue harus datang sepagi mungkin dan pergi ke rektorat lantai 2. Lagipula, belum tentu baju gue ada di sana. Gue sudah bertanya Bu Nur karena kemarin gue ke dirkema untuk bertemu beliau, ia juga selaku orang yang menemani dan membantu gue selama gue di Invasi, tapi Bu Nur sendiri bilang tidak melihat baju hijau dengan logo Unpad besar-besar ditambah hastag #UnpadBermanfaat.
Tentu saja teman-teman KKN gue saat mengetahui gue yang teledor langsung mencaci-maki gue. Tapi, gue gak tinggal diam. Tadinya, baju milik dosen pembimbing mau gue pakai, tapi gue menyerah dan memilih untuk mencari ke dirkema dan untungnya ada. Setidaknya saat upacara gue gak beda dari yang lain.
Nah, setelah upacara ini, kami melakukan pembagian tugas lagi. Akomodasi pergi mencari angkot dan bernegosiasi harga, lalu ada Chef yang bertugas untuk membeli bahan-bahan, gue sendiri sebagai Security bersama yang lain bertugas untuk membuat kotak lost and found dan packing barang. Karena security ada 4 orang, jadi kami membagi tugas. Gue dan Daffa mengemas barang di rumah Afa, lalu Nesya dan Paung membuat kotak lost and found.
Sorenya, gue dan Daffa ke rumah Afa. Kagetnya saat tau kalau ada Bang Zain, satu-satunya angkatan 20 di KKN kami. Beliau ternyata menginap di rumah Afa karena sudah tidak ngekost lagi di Jatinangor. Jadilah hari itu kami habiskan untuk mengobrol dan bermain poker bersama karena barang-barang yang kami tunggu tak kunjung datang. Jadi, kemas-mengemas kami undur menjadi esok hari saja saat kami akan berangkat.
Malamnya, gue bermalas-malasan sejenak baru gue mengemas barang-barang pribadi gue untuk gue masukan ke dalam koper. Jujur, gue belum siap. Gue belum siap meninggalkan kamar gue yang super nyaman, gue belum siap juga untuk tinggal bersama banyak orang, gue belum siap meninggalkan Jatinangor, intinya gue belum siap. Jiwa raga gue masih tersisa dilantai kamar gue yang baru saja gue pel.
Hingga akhirnya beres, gue berakhir memejamkan mata di jam 1 malam akibat overthinking yang berlarut-larut. Esoknya gue terbangun pukul 7 pagi. Gue masih bertanya-tanya kenapa malam berlalu begitu cepat dan gue harus meninggalkan Jatinangor segera. Bukan. bukan ke Jakarta. Tapi ketempat antah berantah yang bahkan gue gak tau itu ada di mana. Jauh dari hari keberangkatan KKN tiba, gue banyak mengeluh kepada Dara, Brian, dan Rahma. Mereka adalah kawan-kawan sejurusan gue dan saat itu kami tengah makan Ayam Suroboyo bersama,
"KKN lo nanti gimana, Pit? Udah dapet rumah?" Tanya Dara, sesaat setelah mereka membahas KKN bersama-sama kecuali gue yang gak nimbrung karena bad mood duluan mengingat kondisi gue yang gak punya teman sejurusan di KKN.
"Ah, kacau lah. Lo liat aja rumahnya gimana"
(Ini kondisi rumah sebelum pindah, kita ga jadi menempati rumah horor itu ya guys, yah walau rumah ini juga ga kalah horornya)
"Anjir, horor cui. Gue bakalan nungguin cerita KKN desa penari lu sih, Pit" Ucap Rahma
"Sialan, tapi lo liat aja deh, masa gue tidur dipelototin sama lukisan" Keluh gue lagi
"Mana coba liat?" Ujar Brian. Gue pun menunjukan lukisan yang menurut gue menyeramkan itu.
"Wah iya sih, kacau" Ucap Brian lagi.
Kembali ke jam 7 pagi saat hari h keberangkatan. Gue menunggu Agtan menjemput gue dan nantinya gantian gue akan membantu dia untuk mengangkut barang-barangnya ke Rumah Afa. Gak hanya itu, kita juga membantu mengangkat barang bawaan bersama hasil sumbangsih Daffa seperti kipas angin.
Di saat tengah sibuk angkut mengangkut barang, beberapa teman kami yang lain sudah datang, Yang pertama datang saat itu adalah Fasya. Dengan pakaian dan barang serba pink-nya gue tau itu dia. Langsung saja gue sapa dan basa-basi sedikit. Tapi, mungkin masih agak canggung kali, ya. Jadi, gue kembali mengambil barang bawaan entah di rumah gue ataupun di rumah Agtan.
Saat itu jam menunjukan pukul 9. Seharusnya kami sudah berangkat, tapi saat gue tanya Afa kenapa kita belum kunjung berangkat, dia hanya menjawab,
"Haposan belum dateng."
Oh. Orang ini. Ngomong-ngomong soal Haposan, gue bahkan belum pernah melihat dia dari first meet. Ini kali pertamanya gue akan melihat Haposan.
Ga lama kemudian kami kena tegur supir angkutnya. Gak ada beberapa menit, akhirnya Haposan tiba dan tentunya kena tegur oleh ketua kami. Gue mewajarkan karena memang gak enak juga kan ya, sama supir angkotnya yang udah nunggu. Tapi karena ini awal banget dan hari pertama banget, jadi gue gak mau ambil pusing. Pun Afa dan Haposan yang lebih memilih untuk lanjut berangkat tanpa ada adegan baku hantam atau adu pantun kayak Palang Pintu Betawi.
Gue naik motor bersama Agtan. Tapi sebelum berangkat gue bilang,
"Tan, nanti kita dengerin jj (jedag jedug) ya, di jalan"
"Oke"
Yang gue kira Agtan bisa nikmatin. Emang sih, dia agak goyang gitu di tengah jalan raya, tapi gak taunya, di tengah musik cis cis cis cis cis paja skali dia bilang,
"Pit, gue matiin aja ya musiknya"
"Yeee"
Nah, gak lama setelah berhentinya lagu jedag jedug dari playlist pasmingbased, Agtan tiba-tiba bilang ada yang telepon. Gue langsung memeriksa handphone gue ditengah teriknya panas matahari dan benar saja. Sahda menelepon gue.
Saat itu Sahda dibonceng Daffa, jadi gue pikir aman aja karena abang satu ini pasti udah sering lah kebut-kebutan di jalan, gak taunya saat gue tanya kenapa, motornya Sahda gasnya loss. Alhasil, gue meminta Agtan untuk menyusul Afa. Kami kemudian menepi sejenak dan memutuskan untuk balik lagi menyusul Sahda dan Daffa. Meanwhile anak-anak yang masih di angkot sedang makan dulu bersama pak supirnya sehingga mereka memang masih sangat jauh dibelakang.
Saat gue kembali, mereka sedang berada di pos satpam.
"Kenapa. Daff" Tanya Afa.
"Gas nya nge-loss anjir" Ucap Daffa santai sembari tertawa, padahal nyawanya gak sebecanda itu.
"Terus gimana, Fa?" Todong gue meminta solusi karena jujur gue juga panik.
"Ya mau gak mau nunggu bener dulu, antara Daffa sama Sahda ikut angkot atau nungguin ke bengkel" Ujar Afa
Tapi, masalahnya motor Sahda diminta untuk tetap dibawa oleh ibunya via telepon. Gawat.
"Yaudah, kita tungguin aja" Ucap Afa, menyerah.
Akhirnya, gue, Agtan, Afa, Tanti, Daffa, dan Wiar memilih untuk makan mie kocok sembari menunggu motor selesai diperbaiki.
(Dari kiri ke kanan: Tanti, Ipit, Wiar, Afa, Agtan, Daffa)
Rombongan angkot yang tadinya kena jemur di tengah jalan raya terpaksa duluan bersama Sahda karena motornya kurang 1 dan takut terjadi apa-apa kalau motornya Sahda dibawa sembari membonceng orang lagi. Kami saling melemparkan jokes saat itu walaupun tau di luar sana ada motor yang perlu diperbaiki sedang menunggu dan bisa saja mengancam nyawa Daffa di jalan. Entah siapa, tapi di tengah perbincangan seru kami ada satu orang yang bilang,
"Ini baru hari pertama, loh. Hari berikutnya bakalan lebih sial deh, kayaknya"
Gue langsung meneguk es jeruk gue kala mendengar sumpah serapah itu.
Selesai makan, ternyata motor juga sudah selesai diperbaiki. Kami mencoba pelan-pelan karena tau medan di depan kami akan lebih rumit. Tanjakan, turunan, tikungan tajam siap menyambut kedatangan kami sementara kami sendiri sama sekali belum siap akan hal terburuk yang akan terjadi. Tapi, bermodalkan bismillah semua yakin, kita pasti sampai.
Benar saja. Kami sampai tujuan dengan selamat dengan membawa kresek belanjaan berisi jajanan kami masing-masing yang dibeli dari Alfamart dan jauhnya minta ampun dari desa kami. Itupun, gue, Agtan, Daffa sempat nyasar sebentar karena bingung posisi rumah kami yang berganti. Sekarang rumah kami bukan lagi di tempat yang dulu gue keluhkan, tapi di rumah yang proper, enak, dan gak jauh dari warung.
Kami langsung berkemas dan menentukan kamar. Kebetulan gue mendapatkan kamar yang enak banget juga. Di dalam kamar tersebut terdapat kamar mandi. Kamar tersebut juga berisi orang-orang yang sudah gue kenal sebelumnya, Ada Sahda, Zulfa, dan Tanti. Untuk ukuran kamar seluas itu dengan kamar mandi dan 4 orang mah, let's go, lah! Apa lagi coba yang dipusingin? Sampai Tanti bilang,
"Ini mah di Nangor sejuta, lah"
"HAHAHAHAHHA" Tawa seisi kamar.
Hingga akhirnya kami beres-beres dan melewati malam bersama.
Selama minggu pertama, kegiatan yang gue lakukan yaitu baca buku, misuh-misuh karena ga ada jaringan, belajar bahasa Inggris di Dualingo (Les Ielts gue tunda sampai Agustus karena kendala sinyal), ke Alfamart, main kartu, main sama bocil, dan gangguin Daffa. Udah.
Kalau versi formalnya sih, diminggu pertama, kami berkunjung dan laporan ke kepala desa untuk meminta arahan lebih lanjut, apa yang desa butuhkan dari kami dan apa yang bisa kami bantu untuk desa. Ibu Kepala Desa Pajagan meminta kami untuk melakukan pemetaan dan berinteraksi dengan warga sekitar.
Selain itu ia juga berarap agar kami dapat membantu memeriahkan perayaan 1 Muharrahm 1446 melalui kegiatan pawai obor yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2024.
Wow! Menarik. Pawai obor yang saat gue masih kecil menjadi agenda rutin tiap bulan, tapi di desa ini gue sudah menjadi panitianya.
Hingga sorenya, kami berdiskusi dan sepakat untuk melakukan pemetaan dan mempersiapkan agenda untuk pawai obor tersebut. Terkejutnya lagi, saat tau bahwa Paung sewaktu pulang dari masjid mendeklarasikan bahwa ia adalah sekretaris dari kepanitiaan pawai obor di Desa Pajagan. Tapi, memang sih, wajar kalau Paung dijadikan sekretaris desa. Jadi kades 5 tahun lagi juga kita ga heran karena pembawaan dia yang mirip sesepuh desa dari pada mahasiswa semester 6.
Di minggu itu juga, kami banyak berkenalan dengan beberapa pedagang. Contohnya ada Cincau Wali. Disebut begitu karena abangnya memasang lagu "Ada Gajah Dibalik Batu" yang dipopulerkan oleh band Wali.
Ada gajah dibalik batu, batunya hilang gajahnya datang~
Aku tau maksud dirimu diam-diam suka padaku~
Lagu itu terus diulang-ulang sampai kita capek sendiri mendengarnya sehingga tercetuslah kata Cincau Wali.
Selain itu, ada juga Warung Mama Abay. Nah, Abay itu adalah salah satu pentolan anak-anak Pajagan. Dia selalu membawa kawan-kawan satu sekolahnya untuk bermain bersama anak-anak KKN. Fakta mengejutkannya, ternyata Mamanya Abay punya warung, jadi ketika ada yang mau ke warung untuk berbelanja atau sehabis berbelanja pasti jawabannya,
"Mau ke/abis dari Warung Mama Abay"
Selain itu, kami juga punya Mang Uyan. Penjual sayur keliling yang selalu menjajakan jualannya kalau Zulfa, Tanti, dan Vania pesan. Besok paginya, Mang Uyan pasti akan sigap mengantarnya ke posko kami.
Ada juga penyelamat hidup gue. Ibu tukang seblak dan penjual galon. Eitssss... Gak cuma jual seblak. Kawan. Ibunya juga menjual spaghetti korea (krisis identitas, tapi gak apa. Sebenarnya ini spaghetti sea food kok, guys,) dan beraneka ragam Pop Ice dan es-es lain yang biasanya dibeli oleh anak-anak Desa Pajagan. Lucunya, setelah kedatangan kami, varian Pop Ice nya jadi semakin banyak,
"Ibunya kayaknya tau deh, bakalan banyak yang jajan" Bisik Agtan
"Keren nih, tau aja anak-anak ini ladang duit" Balas gue
Berbeda dengan Wiar, dia malah bilang,
"Eh guys, kalian beli Pop Ice pasif ya?"
"Hah? Kok pasif?" Bingung Daffa
"Iya, soalnya kan yang ini Pop Ice aktif, pasti sisanya pasif. HAHAHAHAHA" Tawa Wiar pada jokesnya sendiri.
(Ini Pop Ice aktif)
(Nah, kebalikannya berarti yang ini Pop Ice pasif)
Gue, Daffa, dan Agtan jujur udah capek dengan jokes-nya walau kami akui memang lucu. Gue akui, jokes Wiar memang agak lain dari yang lain.
Kami juga sering beli makanan di Warung Teh Lia. Jujur, menurut gue makanannya juga enak-enak dan murah-murah. Gak cuma itu, Warung Teh Lia mampu mengobati rasa kangen gue pada Pisang Keju Fisip Unpad yang kalau gue beli selalu habis karena gue selalu mempromosikannya ke orang-orang.
Aturan gue gate keep aja ya, huh.
Nah, ngomong-ngomong soal warganya, gue paling dekat sama anak-anaknya sih. Di awal gue datang, anak-anak Desa Pajagan banyak yang datang ke posko untuk bermain dan berkenalan dengan kami. Bahkan saat pemetaan, mereka ikut juga. Saat itu gue bercengkrama dengan mereka menggunakan bahasa Sunda.
"Teteh aslina mana? (Teteh asal dari mana?)" Tanya salah satu dari mereka yang setelah gue ketahui bernama Raihan
Gue berpikir sejenak. Gak mungkin gue bilang asal Jakarta, yang ada gue bakalan di ceng-cengin dan dituduh mendukung Persija (Nama klub sepak bola kebanggaan warga Jakarta) Akhirnya tercetuslah ide,
"Teteh orang Kalimantan" Jawab gue
"Kalimantan itu di mana?" Tanya anak kecil berbaju biru yang gue ketahui bernama Azhar
"Ish maneh mah, eta di sebrang pulau Jawa kan ya teh ya?" Tanya salah satu anak yang mengoreksi Azhar, orang itu adalah Abay.
"Pinter, kok tau? Udah belajar ya?" Tanya gue lagi
"Tau dong, hehe" Abay hanya cengengesan
"Coba dong, Teh, bahasa Kalimantan gimana?" Ucap Raihan.
Bagai kesambar gledek, gue bingung jujur menjawabnya. Cuma, gue memang pernah belajar bahasa Banjarmasin, jadi gue menggunakan beberapa kalimat pamungkas gue,
"Handak tulak kemana kita ni?" Ujar gue yang berarti "Kita mau kemana?"
"WEEEEH! COBA TEH NYANYI LAGU KALIMANTAN"
TIDAAAAAKKKKKK! Cobaan apa lagi ini ya, Tuhan?
Tapi, gue tetap stay cool, lalu gue menyanyikan lagu Sapu Tangan Babuncu Ampat. Sejujurnya lagu ini sering gue dengar dari odong-odong yang lewat di dekat rumah gue. Jadi here we go,
~Sapu tangan babuncu ampat, sabuncunya dimakan api, dimakan api
~Tabang bamban jangan diparit, mun diparit buang ka sumur, buang ka sumur
~Luka nang di tangan, kawa dibabat
~Luka nang di hati, sakit sekali
Sekali lagi mereka meneriakan "WEEEEEEE. YANG LAIN TEH YANG LAIN!"
Mampus gue.
Akhirnya gue bilang,
"Nanti kalau main lagi, Teteh nyanyiin lagu Kalimantan lagi, ya" Ucap gue dan akhirnya ampuh untuk meredakan rasa penasaran mereka.
Saat bermain lagi, sepertinya mereka lupa akan identitas palsu yang gue buat dan gak mempertanyakan lagi asal daerah gue. Tapi ada satu pertanyaan yang gue gak ngerti untuk apa,
"Teh, suka warna apa?" Tanya Abay
"Hmm... Hijau?" Balas gue
"Bohong ya, Teh?" Tanya Izhar yang mencurigai gue
"Beneran, masa Teteh bohong sih, yaudah deh, kuning" Ucap gue menyerah.
Setelah itu mereka bermain bola bersama anak laki-laki sedangkan gue duduk menonton mereka bersama Fasya dan Jessica.
Oh iya, ngomong-ngomong soal Pawai Obor, kala itu kami diminta untuk mempersiapkannya. Kebetulan gue, Vania, Wiar, dan Daffa bertugas untuk membeli perlengkapan membuat lampion di Pasar Situraja. Sialnya, di tengah teriknya matahari, tiba-tiba turun hujan. Jadi, kami berteduh dulu di tempat fotocopy-an tempat kami mencetak logo Unpad. Setelah barang-barang siap, besoknya kami ke kantor desa untuk membungkus doorprize dan membuat lampion. Ada juga yang bekerja untuk membuat design selebaran dan banner. Ada juga warlok (warga lokal) yaitu Nesya dan Tanti yang sibuk membuat cue card MC. Nah, malamnya nih, sewaktu pawai obor,
Kami anak-anak KKN kompak untuk menggunakan kaos hijau berlogo Unpad yang sempat gue hilangkan di awal, tapi untungnya sudah ketemu. Berbekal dengan rok dan sendal minjem Zulfa karena celana gue dicuci semua, gue siap untuk meramaikan pawai obor. Padahal kalau gue di Jakarta atau di Jatinangor, gue males banget ikut agenda kayak begini, tapi antusiasme teman-teman gue membuat gue tertular, jadi baiklah! Mari kita ikuti keseruan hari ini!
Question! Pakai kerudung jangan?
Beberapa orang ada yang bilang "Pake lah, Pit. Gue pengen liat lu pake kerudung soalnya"
Howala asem! Gue tau muka gue gak cocok pake kerudung, jadi kalau bisa jangan mah jangan lah. (*Disclaimer: Bukan gak suka kerudung atau apa ya, tidak ada unsur penghinaan apapun di sini)
Hingga akhirnya gue menyerah dan menggunakannya seperti tudung. Sekalian untuk menghangatkan leher gue dari dinginnya Desa Pajagan saat itu. Saat itu, kami berkeliling memutari desa dari ujung ke ujung lagi. Sembari memegangi Raihan yang ketakutan, gak sih, sejujurnya gue juga ketakutan karena kanan-kiri kami adalah hutan sawo dan pohon-pohon rindang lainnya yang lebat. Tapi, rasa takut itu gue redam sampai Raihan bilang,
"Teh, abi (saya) pernah main di sini terus ada (pikir sendiri lah)"
Gue dengan sok cool langsung memegangi kepala dia dan memintanya untuk tidak nengok kanan-kiri.
"Enggeus, ulah ditengok, Han (Udah, jangan dilihat, Han)" Ucap gue kala itu, padahal mata gue juga jelalatan dan jantung gue udah gak karuan rasanya.
Setelah pawai obor selesai, kami diminta membagikan nomor doorprize untuk warga yang sudah berbaris. Sisanya, langsung menuju ke balai desa karena acara sebentar lagi di mulai. Jadi, sebagai anak KKN kami ada agenda berkenalan di depan warga desa dan setelah itu kami hanya menonton acara sambutan dan qasidahan sampai habis. Hari itu ditutup dengan kami yang pulang dan menceritakan betapa seru dan lucunya acara pawai obor tersebut.
Setiap agenda proker, pasti besoknya libur dan dihabiskan oleh kami untuk tidur. Berbeda dengan Afa dan Wiar yang pagi-pagi sudah menyasarkan diri di Taman Kincir. Mereka juga meng-influence kami supaya datang ke sana melalui video yang mereka kirimkan di grup. Sisanya, kami hanya menghabiskan waktu dengan keanehan-keanehan yang ada, salah satu contohnya ini,
Jadi, waktu lagi ngobrol di ruang tengah, gue sedang duduk di sofa panjang bersama dengan Vania. Sofa atas ada Daffa, Nesya, dan Tanti, lalu di karpet bawah ada Wiar dan Agtan. Gue memang sempat becanda sama Wiar. Lalu Wiar pun akhirnya melempar sambel. Gue kembali melempar sambel itu ke Wiar tapi naas, sambelnya pecah dan kena bantal sampai ke karpet. Kami semua hening dan tiba-tiba, bantal yang terkena sambel itu dilemparkannya ke gue yang otomatis baju dan celana gue penuh dengan sambel. Kami semua tertawa melihat itu, lalu tiba-tiba Agtan nyeletuk
"Dibayangan gue, kita bakalan perang sambel" Ucap Agtan santai
"Gue gak sebodoh itu, Tan" Balas gue sembari masuk ke kamar dan mandi lagi malam-malam.
Setelah gue selesai mandi, gue keluar lagi dan orang-orang masih ketawa
"Wiar bahaya anjir saltingnya lempar sambel" Ucap Vania
"Dia duluan yang lempar, aneh lo" Umpat gue
"KAMU DULUAN!" Wiar gak terima tapi sambil ketawa
"ELO!"
Esoknya, setelah Afa dan Wiar yang mengeksplorasi Taman Kincir, kini giliran gue, Jessica, dan Fasya yang akan menikmati sunrise di Taman Kincir. Masih ditemani oleh Afa dan Wiar, jadi ada yang boti (bonceng tiga) ke atas dan ada yang hanya berdua saja. Gue memilih berdua saja saat pergi dan bertiga saat pulang karena tau gue berat dan gak mungkin motor bisa mengangkut berat gue ini.
Sebenarnya, gue agak merasa kecewa awalnya karena tempat wisata tersebut menurut gue kurang diperhatikan entah oleh pengelola atau warga sekitar sehingga banyak kincir angin yang rusak dan saung-saung yang menurut gue sudah reyot dan tak layak pakai. Ini nih, penggambaran Taman Kincir bersama sunrise yang kala itu gue dan kawan-kawan bisa gambarkan melalui foto-foto berikut,
(Sunrise yang belum kelihatan)
(Kondisi kayu yang kala itu kami pijak, bonus foto bunga yang bermekaran)
(Tampak depan pintu masuk Taman Kincir dengan bonus foto Jessica dan Fasya)
Nah, setelah membuat time lapse matahari terbit, kami akhirnya pulang dan menggembor-gemborkan bahwa pemandangan di Taman Kincir bukan main bagusnya dan mereka yang tadi tidak ikut wajib untuk datang ke sana. Siangnya, kami pergi ke Tanjung Duriat.
Nah, Tanjung Duriat ini adalah salah satu tempat wisata dan sering dikunjungi oleh warga Desa Pajagan maupun orang dari luar desa bahkan kota. So, Tanjung Duriat adalah salah satu tempat wisata yang menyajikan pemandangan alam berupa Bendungan Jatigede yang bagusnya bukan main. Kami kesana menggunakan mobil bak dan 4 motor. Akan selalu lucu mengingat Daffa yang yapping terus soal ini. Tadinya gue dipaksa untuk duduk disebelah dia, cuma karena gue gak kuat dengan panasnya matahari Pajagan, jadi gue memilih naik motor.
Sesampainya di sana, kami mengurus perizinan dulu dan bertemu dengan pihak pengelolanya. Kagetnya waktu masuk ke dalam, gue bertemu dengan KKN kelompok lain. KKN Desa Karedok. Lucunya, gue baru sadar, ada teman sejurusan gue di sana.
"AJI? WIANDA? AAAAAA" Sambut gue pada mereka. Jujur, gue udah kangen setengah mampus sama mereka dan akhirnya gue menemukan mereka di sini. Di tempat yang tidak disangka-sangka. Akhirnya, tumpah semua curahan hati gue selama gue di Pajagan. Setelah asik berkeluh kesan dan berkenalan dengan kelompok lain, gue kembali ke Agtan dan Daffa yang sedang duduk setelah memesan makanan dan berniat untuk pindah karena lebih adem ceunah,
"Kok bisa sih, Pit, energi lo bisa segede itu ketemu orang baru?" Tanya Agtan
"Gak tau gue juga bingung, mungkin karena seneng abis ketemu teman sejurusan gue kali, ya?" Ucap gue yang juga tak mengerti
Setelah minum jus mangga di tengah panasnya matahari, kami berencana untuk naik perahu memutari bendungan. Nah, kala itu perahu hanya muat 8 orang dan kami wajib membayar 15 ribu per orang. Gue naik bersama Zulfa, Tanti, Vania, Afa, Nesya, Daffa, dan Agtan. Gue dan anak-anak lain sih have fun aja menikmati semilir angin dan cipratan air yang menyambut kedatangan perahu kami. Tapi tidak dengan Daffa yang lebih memilih mabuk laut.
"Ternyata kita punya 1 kelemahan Daffa guys, mabok laut" Canda Afa
"HAHAHAHHAHA" Tawa kami bersama, sementara Daffa hanya bisa cengar-cengir sembari menutup mulutnya karena mabuk laut. Selain itu juga, ada sebuah tempat unik yang menawarkan view yang bagus banget. Sayang aja, Syahda harus nyangkut di situ karena gak bisa turun.
Sore akhirnya tiba, kami berencana untuk pulang. Akhirnya kami memutuskan untuk makan dulu di warung nasi padang tempat di mana Afa, Agtan, Sahda, dan Jess makan pertama kali dengan Pak Diar, dosen pembimbing kami. Saat itu juga, pertama kalinya kami semua berkumpul dan makan di luar. Hal lucunya adalah,
"Lo tau gak, pas lo lagi pada solat..." Ucap Afa
"Kenapa?" Tanya kami penasaran
"Itu ada yang punya mobil baknya anjir HAHAHAHAHA" Ucap Afa
"Iya, tadi ngajak ngobrol kita. Di tanya, kan, 'Abis dari mana, Dek?' terus gue jawab dari Tanjung Duriat, 'Naik apa?' gue jawab lagi naik mobil bak putih, 'Oh pantesan saya kayak gak asing, mobilnya punya saya soalnya' terus lanjut ngobrolin hal lain" Cerita Bang Zain
"HAHAHAHHAA PLOT TWIST"
Minggu pertama berakhir dengan damai dengan ditandainya kami yang akhirnya menyelesaikan agenda Pawai Obor dan main ke Tanjung Duriat, oh gak lupa juga, ke Taman Kincir.
Saatnya kita beralih ke minggu kedua.
Gue rasa banyak hal yang terjadi di minggu kedua ini.
kayak di hari pertama minggu kedua, ada Jessica, Fasya, Aisyah, dan Sahda yang diminta untuk membantu imunisasi di posyandu.
Sisanya ngapain? Ya gak ada. Bahkan keesokan harinyapun, kami nganggur. Beberapa orang seperti Paung, Wiar, Aisyah, Jess, Fasya, Afa, dan Syahda melakukan rutinitas orang sehat. Yup, lari pagi. Mereka bahkan rela-relain bangun pagi-pagi buta untuk menyusuri Desa Pajagan bersama Abay and the genk.
Berkebalikan dengan orang-orang yang lari pagi, gue malah sibuk membuat request design untuk nantinya diunggah di Instagram pertama @kknpajagan. Gue sudah bilang ke Agtan dan dia menyetujui saran gue untuk membuat design tersebut. Lain dengan Daffa yang malah bilang,
"Lu kok bikin gue kerja sih?" Keluh Daffa, yang tentu saja dengan nada becanda dan nyebelinnya.
"Biar lo kerja" Ucap gue singkat
"Kemaren juga gue udah buat design tapi gak kepake" Curhatnya yang membuat gue iba sedikit
"Yang ini kepake kok" Gue mencoba meyakinkan
"Awas lo, gue umpetin buku lo!" Ancam Daffa
"Umpetin aja" tantang gue
Dia langsung mengambil buku novel yang sering gue baca setiap pagi dan menaruhnya jauh di atas parkiran motor saat gue tengah solat maghrib.
Setelah selesai solat, gue mengecek dan benar saja, buku gue sudah tidak pada tempatnya. Gue pun keluar dan melihat ke atas. Benar saja, ada buku gue di sana. Gue khawatir akan turun hujan atau sengnya basah bekas terkena hujan kemarin. Saat melihat itu, gue mencoba membawa kursi di depan teras dan meletakannya tepat di bawah bukunya, tapi sayang, usaha gue gagal. Gue langsung berlari menuju pelaku utama dan berteriak,
"AMBILIN GA!"
"GA MAOOOOOO!" Sial, dia malah ketawa. Gue mencoba segala cara agar buku gue kembali, akhirnya setelah gebuk-gebukan dia menyerah dan bilang,
"Iya iya gue ambilin, mau nangis sih lu, kalau gak nangis gak gue ambilin"
Padahal mata gue masih sekering itu.
Gue penasaran. Dengan tingginya yang gak sampai 2 meter itu, gimana caranya dia naik ke atas. Naik bangku? Mungkin, tapi ternyata dia punya cara lain. Dia naik ke atas tiang pondasi yang terbuat dari semen. Akhirnya buku gue selamat, tapi,
GUBRAK!
Daffa jatuh dari tiang tersebut sambil memegang buku gue. Setelah dia sadar akan kondisinya, dia melihat ada darah dari kakinya. Kami bukannya iba malah ketawain dia.
"SUKURIIIIN LO ISENG SIH DAP HAHAHHAHA" Tawa kami bersama
"Lo abis solat sih, Pit, gak lagi-lagi gue ngisengin orang abis solat, do'a-nya dijabah langsung" Sesal Daffa
"Instant karma, Brader" Ucap gue singkat. Tapi, gue merasa bersalah dan mau gak mau ikut membantu merawat lukanya bersama dengan anak keperawatan lain yaitu Fasya dan Aisyah.
Hari-hari gue yang diminggu pertama
full misuh karena gak ada sinyal jadi sedikit lebih berwarna dengan keberadaan rumah kosong dibelakang yang konon kabarnya angker, tapi pas udah dibersihin sama Afa malah jadi nyaman. Oh iya, buat yang gak tau, Afa ini punya OCD. Jadi, gue gak perlu pusing marah-marah sama anak-anak karena ga buang sampah (Kadang gue juga) jadi kemarahan gue sudah diwakili oleh Afa. Sekali lagi, makasih, Fa.
Awalnya, gue hanya berani nongkrong di rumah belakang dari pagi sampai sore. Selain karena sinyal yang oke banget, pemandangannya juga benar-benar buat mata gue melongo. Gimana engga? Kita langsung disajikan pematang sawah dan pohon-pohon kelapa yang daunnya menari-nari diterpa angin. Ditambah dengan Paung yang berjasa besar membawa hammock dan menggantungkannya di kandang ayam yang sudah 2 tahun kosong. Terkadang, ketika gue lelah dengan hari-hari dan kebosanan yang menimpa, gue akan tiduran di sana sambil mendengarkan musik kesukaan. Sayangnya, gue harus berkutat dengan tawon yang menjamur di sana. Jadi pilihannya adalah antara gue harus mati bosan karena gak ada sinyal di ruang tengah atau mati disundut tawon?
Makanya gue merasa aman kalau ada Bang Zain atau Afa di sana. Tapi, tetap aja, kalau ada tawon gue bakalan ngumpet ke belakang badan mereka sambil bilang,
"BANG PI TAWON BANG PI!"
Selain itu, kami juga sudah menemukan cafe untuk nongkrong. Namanya Half Space Cafe. Bang Zain, Afa, Nesya, dan Vania yang menemukan tempat tersebut. Saat mereka ke sana, di saat yang sama gue dan Agtan sedang me time kembali ke Jatinangor dan Jess, Paung, Sahda, dan Tanti yang tengah bermain bersama dengan anak-anak.
Nah, ada cerita di baliknya kenapa gue dan Agtan kembali ke Jatinangor.
Agenda balik ini sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari. Kebetulan, Agtan juga mau pulang dengan dalih mau membayar kostannya. Padahal, sebenarnya dosen pembimbing gue dengan amat baik hati mau membantu membayaran kostannya Agtan dulu. Saat kami jalan ke Jatinangorpun, sebenarnya kami gak ada intensi apa-apa selain me time.
Di jalan pulang, gue merasakan hal aneh. Gue membayangkan kepulangan sementara itu adalah hari terakhir kami di sana. Sampai akhirnya gue bilang ke Agtan,
"Tan, masa gue ngebayangin kalau ini hari terakhir kita dan kita gak akan pernah ngeliat jalanan ini lagi"
"Ah anjir sedih banget"
Selepas percakapan tersebut, gue kembali memikirkan hal seru apa yang akan gue lakukan saat gue di Jatinangor. Gue sudah merencanakan gue harus makan Sate Cak Heri
Setelah itu gue akan baca buku di perpustakaan Batoe Api dan sorenya makan tahu lada garam di Nomar Coffee. Siangnya gue menimbang-nimbang, haruskah gue pergi ke Bandung? Tapi, setelah gue sampai rumah setelah makan Sate Cak Heri bersama Agtan, gue lebih memilih pulang ke kost karena perpusnya tutup. Di rumah, gue kembali menyapa kawan lama alias gitar milik Kak Roi yang sudah lama gue jadikan hak milik. Gue memulai cover lagu walau gak ada yang benar. Setelah itu, gue ketiduran di rumah. Sorenya, gue memesan ojek online untuk ke Nomar Coffe dan mengambil laundry-an gue. Sesampainya di Nomar, gue langsung memesan tahu lada garam kesukaan gue. Di saat itu, gue tengah melakukan panggilan telepon dengan Dara, teman sejurusan gue. Akhirnya, gak lama kemudian, Agtan datang dan bertanya,
"Siapa?"
"Teman sejurusan gue" Jawab gue ke Agtan "Dar, ini ada Agtan, teman KKN gue. Sapa dulu" Ucap gue kepada Dara melalui telepon
"HALOOO AGTAAAN! AKU SELENA GOMEZ" Sapa Dara dari ujung telepon. Memang terdengar kelewat excited.
"Halo Selena, aku Justin Bieber!" Balas Agtan.
Pergimikan mereka akhirnya selesai setelah makanan datang dan kami masih dikejar waktu untuk pulang. Takut nantinya di Cadas Pangeran kami bertemu dengan gelap. Sayangnya, mau gak mau kami harus bertemu dengan gelapnya Cadas Pangeran dan jalanan lain. Di tengah jalan tiba-tiba Agtan teriak kambing,
"AAAAAA~"
"Ngapain sih, lu?" Kesal gue
"Mau teriak aja" Jawabnya lagi
Sampai Agtan yang mau nabrak dan kita sempat berantem kecil karena gue terlalu parno. Hingga akhirnya sampailah kami di Situraja. Kami membeli martabak dulu untuk anak-anak, setelah itu barulah kami memasuki Desa Pajagan. Agak sedih juga karena jiwa gue masih tertinggal di Jatinangor. Saat bertemu jalanan dengan lampu konslet dan kelap-kelip sementara di kanan-kirinya ada hutan gelap, Agtan tiba-tiba bilang,
"Turun gak?"
"GAK MAUUUUU!"
Begitulah petualangan gue ke Jatinangor selama sehari bersama Agtan.
Nah, kebetulan kami ke Jatinangor sebelum hari bahasa tiba.
JENG JENG JENG!
Apa itu hari bahasa? Kenapa tiba-tiba ada?
Nah, jadi hari bahasa adalah hari di mana lo wajib menggunakan bahasa yang ditentukan untuk melakukan percakapan dengan kawan serumah. Tapi, kalau ngomong ke anak-anak atau ke warga gak berlaku, kok. Nah, gue lupa entah siapa yang mencetuskan ide hari bahasa ini (seingat gue Afa karena dia maniac bersih-bersih, cmiiw) Tapi yang jelas, hari bahasa ada karena rumah akhir-akhir ini kotor dan gak mungkin mengandalkan yang piket. Toh, pembagian piket juga tidak merata. Jadi di Formula (Forum Usai Lapar) terakhir, kami setuju untuk diadakannya hari bahasa. Toh, gak ada proker lagi. Jadi, mau ngapain lagi?
Hari bahasa itu sendiri memiliki peraturan-peraturan khusus.
Di hari Sabtu kami wajib menggunakan bahasa Indonesia baku.
Minggu untuk bahasa Inggris.
Terakhir, Senin untuk bahasa Sunda.
Lalu, dari mana kami tau ada pelanggaran? Tentunya dari orang yang melakukan percakapan itu secara langsung. Kalau ada yang membuat kesalahan, orang yang menyaksikan akan lari ke ruang tengah untuk mencatat kesalahan kawannya tersebut. Intinya, cari kesalahan orang sebanyak-banyaknya, jangan sampai kesalahan sendiri ketahuan.
Emang kenapa sampai semenakutkan itu, sih, kalau buat kesalahan?
Karena punishment-nya gak main-main, Cui.
Untuk pelanggar terberat maka ia akan membakar sampah di belakang rumah pada malam hari. Wah, itu sih serem banget. Kebayang gelap-gelapan sambil bakar sampah sendirian. Hiii...
Pemilik poin terbanyak kedua akan membersihkan kamar mandi dan perolehan poin terbanyak ketiga akan mengelap kaca sampai kinclong. Untungnya, hadiahnya juga ga main-main. Ketua kami siap mentraktir 3 orang dengan pelanggaran terkecil di warung sebak dengan makanan dan minuman yang segar banget deh pokoknya kalau diminum habis kerja.
Untungnya, sistem game ini punya celah.
Jadi, untuk monolog alias ngomong sendiri walau bukan bahasa yang dituju tetap tidak apa-apa. Hal inilah yang dipergunakan anak-anak kalau ketauan salah ngomong,
"Loh, saya berbicara pada diri saya sendiri" Bela mereka setelah ketauan salah bahasa
Ironinya, di hari berbahasa Indonesia, Wiar berlaga seperti polisi yang mengawasi semua orang dan kalau dia menemukan orang yang salah ngomong, buru-buru dia lari dan mencatatnya di kertas pengumuman. Kami yang sering melanggar aturan, diam-diam jadi sering mencari-cari juga kesalahan Wiar. Sampai akhir permainan, kami langsung tertawa kencang saat tau Wiar lah orang dengan perolehan nilai terbanyak yang melanggar hari bahasa. Perolehan poinnya bisa dilihat di sini
Ga usah heran kalau Haposan menang, wong kerjaannya cuma diem. Sekalinya diajak ngomong cuma bilang "Iya" atau "Tidak" gue persis ngomong sama kamus berjalan.
Setelah kegiatan yang melelahkan itu, malamnya kami nonton film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film bareng-bareng sampai tiba-tiba,
"AAAAAAAA!" Teriak seseorang yang gak tau siapa karena lampu gelap.
"Siapa itu?" Tanya Wiar sembari menyalakan lampu
"Kenapa Fasy?" Kami semua kebingungan karena Fasya teriak tiba-tiba
"Ada KECOAA" Aku Fasya
"AAAAAAAAAA!" Teriak kami semua dan langsung melompat mencari tempat yang sekiranya lebih tinggi dan jauh dari jangkauan kecoa itu.
Untungnya ada 2 pemberani yaitu Daffa dan Wiar yang langsung bangun dan memburu kecoa tersebut walau tetap ga bisa ditangkap karena kecoanya ngumpet di belakang laci. Setelah huru-hara kecoa tersebut, akhirnya kami pergi tidur ke tempat masing-masing.
Keesokannya, tepat di jam 7 pagi, gue terbangun karena lagu London Bridge is Falling Down yang diputar keras-keras dan memenuhi seantero ruangan. Iya, lo ga salah. Hari ini hari bahasa Inggris.
Gue sih pede ya karena di KKN, pun gue sering melatih skill gue lewat aplikasi Dualingo. Sampai akhirnya di hari itu banyak orang yang memilih diam daripada harus bingung mau ngomong apa kalau pakai bahasa Inggris. Gue juga sering ngisengin anak-anak yang diam ini untuk gue ajak bicara, tapi lucunya orang-orang lebih memilih menghiraukan gue daripada dapat poin. Daffa salah satunya. Tentu saja, seperti yang kalian duga juga, kekalahan lagi-lagi menimpa Wiar dan kemenangan ada di tangan gue. Di hari yang sama juga, gue bersama Tanti, Paung, Jessica, Haposan, dan The Little Pajagans (Abay and the geng) bermain badminton di GOR terdekat. Walau akhirnya gue cabut duluan karena mau mandi.
Nah, setelah bahasa Inggris, yang terakhir ada bahasa Sunda. Di hari sebelumnya, Tanti dengan pedenya bilang "Ini hari lu, Pit, tapi besok hari gue" (Gue lupa dia ngomong apa tapi intinya begini)
Gue hanya mengangguk sembari tersenyum dalam hati. Kenapa? Karena gue juga bisa bahasa Sunda! HAHAHAHAHAHA
Di pagi harinya, suara Sabilulungan mengalun mesra. Gue jadi tidur sampai siang karena serasa dinyanyiin sama suara suling bambu. Sebangunnya gue dari tidur, gue langsung menjebak Daffa,
"Kumaha barudak?"
Dia hanya menatap gue hening. Harusnya dia bilang "Well!" Tapi karena itu bahasa Inggris, jadi Daffa tidak bisa membalas cuitan gue pagi itu, alhasil gue hanya tertawa dalam kemenangan. Di hari yang sama, gue, Agtan, Nesya, Daffa, dan Wiar berencana pergi ke cafe untuk sekadar nongkrong. Sayangnya, cafe yang biasa kami kunjungi tiba-tiba tutup karena si empunya sedang berbelanja. Kami akhirnya mencari cafe lain yang terletak di depan alun-alun Situraja.
Saat parkir motor, tiba-tiba kami melihat ada Afa dan Vania yang "katanya" tengah mengerjakan logbook. Kami hanya ber "oh" ria sembari memesan makanan dan melanjutkan obrolan. Mulai dari pertanyaan soal hidup dan cerita ngawur semua jadi satu. Pulangnya kami membeli crepes titipan anak-anak yang tidak ikut jalan di hari itu.
Hari terus berjalan seakan tanpa ada alasan waktu berlalu...
Kami mengisi hari dengan bermain PS. Khususnya anak laki-laki yang suka banget main FIFA. Bahkan, beberapa diantaranya sering ngata-ngatain satu sama lain cuma perkara menang kalah dalam permainan sepak bola palsu itu. Gue sendiri sering main Naruto. Biasanya lawan gue Agtan, Afa, dan Wiar. Tapi karena gue gak ngerti combo-nya, jadi gue putuskan untuk berhenti sebelum jadi bulan-bulanan mereka. Selain itu, gue juga jadi sering main Justice 2 dan memilih untuk main itu terus karena gue melihat anak-anak itu cupu juga dalam bermain Justice 2. Yah, walau gue selalu menggunakan Cat Woman tapi seenggaknya semua bisa gue bantai.
Selain main PS, kegiatan sehari-hari gue cukup sederhana sepertinya. Kalau ga baca buku ya belajar bahasa Inggris di Dualingo, atau gue akan ke belakang dan buat brief design untuk Daffa dan Agtan kerjakan. Kalau engga gue akan tiduran di Hammock sembari mendengarkan lagu Jazz, atau kalau engga itu ya paling gue akan berantem dan kejar-kejaran sama Daffa. Udah. Pernah saking kacaunya, gue sampai menjatuhkan asbak dan abu rokok bertebaran ke mana-mana yang hampir membuat Afa, ketua kami marah kalau ga segera di bersihin.
Di tanggal 17 Juli, Vania pergi bersama temannya ke Jatinangor dan pulangnya membawakan donat JCO.
Sebelumnya, saat gue pulang bersama Agtan, Vania meminta kami untuk membeli donat JCO. Tapi masalahnya, kami berdua sudah sampai di Cadas Pangeran, which is jauh banget kalau mau balik lagi. Saat Vania sampai di rumah, kami langsung menyerbunya. Fasya, orang yang hobi makan tapi malu-malu sering bertanya,
"Kamu udah makan?"
"Udah, kenapa, Fasy, mau lagi?"
"Engga, sok makan aja"
"Ah udah ambil aja Fasy jangan malu-malu"
"Eh yaudah iya, aku makan ya? Hehe"
Begitu terus sampai dia akhirnya memakan lebih banyak dari kami.
Esoknya, gue, Bang Zain, Afa, dan Vania pergi ke Half Space. Cafe yang biasa kami datangi dan kemarin sempat tutup.
Ini pertama kalinya gue ke Half Space. Saat sampai, ternyata rintik air turun. Kami langsung buru-buru ke dalam. Hal yang paling buat gue senang adalah ketika gue menemukan gitar di dalamnya. Gue langsung memainkan gitar tersebut dan bernyanyi bersama yang lain. Tapi, gue tidak seahli itu sebenarnya, maka gue bertanya pada Bang Zain,
"Bang lo bisa main gitar ga?"
"Ah, tipis-tipis aja sih"
JRENG malah main Canon.
2 kata yang jangan dipercaya. Tipis-tipis. Itu artinya mereka pro parah.
Langsung saja kami jadikan Half Space sebagai tempat kami ngeband. Bahkan, si pemilik tokonya sampai videoin kami.
Hal yang gue dengar dari Afa saat itu,
"Eh guys, tau ga sih? Sebenernya Half Space mau tutup tau"
"Tutup buka lagi besok apa tutup selamanya?"
"Tutup selamanya, tapi karena ada kita, jadi mereka nahan biar ga tutup dulu"
Ah sedihnya.
19 Juli, gue dan Vania berencana membuat konten Tiktok. Yang lucunya di sini adalah saat Bang Zain dan Daffa menggunakan mukena untuk kontennya. Gue dan Vania gak habis-habis ngetawain konten tersebut. Di hari yang sama juga, Zulfa dan Agtan tengah kembali ke Jatinangor. Tentunya saat pulang mereka membawa Pizza. Siapa yang ngabisin? Oh jelas Fasya. Walau Wiar mau lagi Pizzanya, tapi tetap, kami memilih untuk memberi makan Fasya yang mungil daripada Wiar yang nyebelin. Huh. Setelahnya kami melakukan formula ke 2 untuk membahas mengenai agenda menanam besok pagi.
20 Juli, gue bangun pagi-pagi dan langsung menggunakan kemeja batik dan jaket almamater gue untuk pergi ke taman kincir. Saat itu, gue bertugas sebagai PDD yang harus mengabadikan momen saat orang-orang tengah menanam. Gue pergi bersama Wiar, Agtan, Afa, Daffa, dan Bang Zain. Di sana sudah ada Pak Diar dan dosen-dosen yang ahli di bidang pertanian untuk melakukan penanaman pohon bersama warga sekitar.
Pagi itu, gue bad mood parah karena selain gue mendapatkan berita buruk dari teman gue, gue juga sedang menahan perut yang lagi sakit-sakitnya akibat haid. Di saat yang sama, gue ada rapat bem bidang kemahasiswaan melalui Zoom Meeting. Di tengah jalan pulang, tidak sengaja mic gue menyala. Tiba-tiba ada seekor anjing hitam berlari dan menggonggong ke arah gue dan Wiar. Anehnya, kenapa Wiar malah berhenti? Otomatis gue teriak,
"WIAAAR KITA DIKEJAR ANJINGGG!"
Tentu saja Zoom gue penuh dengan komentar tertawa dan gue di-mute oleh host.
Setelah itu, gue dan Wiar akhirnya hanya tertawa dan beranjak kembali ke kantor desa.
Di kantor desa sudah ramai oleh ibu-ibu PKK dan anak-anak KKN.
Semua kegiatan berjalan sesuai dengan arahan. Sehingga setelah selesai, kami bergegas makan dan berbincang dengan Pak Diar. Setelahnya Pak Diar pamit undur diri dan kami semua kembali ke posko untuk tidur siang dan menjalani aktivitas sebagaimana biasanya.
Oh iya, ada satu hal yang gue lewatkan.
Di tanggal 17 Juli juga, gue merasakan bosan yang melanda. Mau kemana-mana bingung, mau di dalem terus gue jenuh. Biasanya, kalau di Jatinangor, gue selalu ada di luar. Gue seringnya menghabiskan hari dalam seminggunya untuk diam di rumah kira-kira hanya 2 hari saja. Sisanya gue akan menghabiskan waktu entah untuk ke kampus atau sekadar me time. Nah, masalahnya gue selalu di rumah dan jarang ke mana-mana selama di desa. Kecuali ke Alfamart ya, itu sih kegiatan rutin. Akhirnya gue ingat, saat kemarin gue ke Tanjung Duriat, gue melihat banyak warung di sepanjang jalan dan warung-warung tersebut banyak menyajikan pemandangan Waduk Jatigede yang apik. Akhirnya, gue memutuskan untuk membeli roti dan susu di Alfamart dan nongkrong di warung dan makan berat di sana. Gue awalnya memilih-milih warung, sempat berhenti sebentar di sebuah warung yang proper banget. Tapi gue berpikir "Pasti mahal" sampai si pemiliknya bertanya,
"Mau ke mana, Neng?"
Hal itu memecahkan lamunan gue dan gue hanya membalas "Engga bu, mau jalan-jalan aja"
Lalu gue melajukan motor Agtan ke sebuah warung dengan pohon ceri di atasnya lalu gue menumpang duduk di sana. Gue bengong sejenak dan memandang pada gunung dan waduk yang ditutupi kabut,
Sayang sekali. Hari itu, gue gak bisa melihat awan yang biru. Saat gue tengah menyuapkan roti stroberi ke mulut, ada sepasang tawon yang lewat di telinga. Alhasil, yang tadinya gue mau membeli mie goreng menjadi gagal. Gue memutuskan untuk pulang. Tapi, gue berjanji akan ke sini lagi dan menikmati pemandangan alam yang disajikan oleh Waduk Jatigede ketika sudah tidak berkabut lagi.
Pulangnya, gue menceritakan ini ke teman-teman sekamar gue, ada Tanti, Zulfa, dan Syahda. Tanti ingin menemani gue besok, sekalian gue juga diajak untuk pergi ke rumah saudaranya yang tak jauh dari Pajagan. Hingga keesokan harinya, gue dan Tanti pergi ke sana dan memutuskan untuk makan di tempat kemarin gue bengong. Toh, tempatnya juga lebih proper. Kami memesan 2 mie goreng dan memakannya di sana.
"Pit, gue gak pernah makan Indomie seenak ini" Ucap Tanti
"Iyalah, orang makannya with a view" Ledek gue sembari menyuapkan sesendok besar Indomie goreng telur tersebut ke mulut.
Saat kami sedang bercanda, kami tiba-tiba diajak ngobrol dengan pemilik warung. Pemiliknya kisaran umur 50 tahunan. Ibu-ibu berkerudung dengan kacamata yang menempel di wajahnya dan senyumnya yang tulus. Ia akhirnya bertanya pada kami,
"Anak mana, Neng?"
"Kita KKN di Pajagan, Bu"
"Oh ya? Di mana rumahnya?"
"Kita numpang di rumah Bu Iin, Bu"
"Oh, Bu Iin mah menantu Ibu"
Tanti dan gue langsung tatap-tatapan setelah mendengar fakta mengejutkan itu. Jadi, secara gak langsung kami sedang bertamu ke ibu mertuanya Bu Iin? Wow!
Obrolan kami langsung mengalir lancar setelah mengetahui fakta tersebut. Bahkan, ibu tersebut memanggil kita "Cu" yang berarti cucu. Kami seakan menjadi cucunya sendiri. Gue setiba-tiba itu kangen sama nenek gue. Tapi gapapa, toh gue punya nenek baru di Pajagan.
Saat itu, pemandangan sudah tidak berkabut seperti kemarin. Jadi, gue mengabadikannya dan mengunggahnya di Instagram.
Sontak, sepulangnya gue dari Warung Nenek, gue langsung disinisin Agtan.
"Kok ga ngajak?"
"Lo tidur"
"Kan bisa bangunin"
"Ga mau"
"Emang lo pergi pake motor siapa?"
Duh, pake motor Agtan lagi.
"Yaudah besok ayo ke sana lagi"
"Iya ya?"
"Iya"
Akhirnya anak itu ga tantrum lagi.
Esoknya gue ke sana lagi bersama Nesya, Daffa, dan Agtan. Mereka minum air kelapa sedangkan gue kembali memakan mie goreng. Tapi sayangnya, kegiatan memandangi waduk harus terhenti karena Daffa kedinginan. Emang tua jadi gampang masuk angin. Kami akhirnya kembali, tapi sebelum itu gue mengajak mereka muter dulu sebelum ke Alfamart lalu kami akhirnya kembali ke rumah saat maghrib tiba. Pulangnya, tiba-tiba kami dikejutkan dengan anak-anak perempuan yang tampaknya sudah rapi dan cantik-cantik. Loh, ada apa ini?
"Mama Abay tadi ngajakin dateng ke pengajian" Ucap Tanti
"Yah, gue lagi ga shalat, ga ikut deh" Ucap gue
"Ikut aja atuh, ngeramein aja" Ajak Zulfa
"Duh, gimana ya, mepet banget siap-siapnya, ini aja kita baru balik" Balas gue lagi
Akhirnya, Tanti dan Zulfa pergi ke rumah Mama Abay untuk memastikan pengajian tersebut. Sekembalinya mereka dari rumah Mama Abay, tiba-tiba mereka berdua datang dengan tertawa yang gak bisa berhenti. Kata tanya "Ada apa?" sudah pasti memenuhi seisi ruangan dan kepala kami. Setelah mereka cukup tenang dan sanggup menjelaskan, akhirnya gue ngerti,
"Pengajiannya itu jam 8 PAGI, BUKAN JAM 8 MALEM"
"HAHAHAHAHHAHAHAHA" Tawa kami serempak
"Yah, padahal udah cantik-cantik gini" Kesal Jess
"Yaudah, kita foto-foto aja lah" Akhirnya kami berfoto bersama untuk memenuhi rasa sakit hati akibat gagal pengajian ini
Setelah itu, kami berkumpul untuk formula ketiga. Pembahasan kali ini adalah mengenai kerja bakti dan mengajar ke SD. Selain itu, ada juga rencana untuk camping di Taman Seribu Cahaya atau main ke Karedok, desa sebelah. Nah, untuk keputusan memang belum final, tapi yang jelas pohon keluarga yang gue rancang sudah final dan mutlak adanya.
Jadi begini, ada alasan kenapa gue membuat pohon keluarga. Alasannya adalah karena kelompok KKN ini benar-benar kaya keluarga. Gue kasih dulu deh penggambaran pohon keluarganya.
Zain di sini sebagai kakek karena dia sendiri yang paling tua sendiri. Neneknya anggaplah sudah almarhumah. Lalu, Zain punya 5 anak.
Anak pertama ada Wiar. Wiar ini tipikal anak paling tua tuntutan keluarga yang harus membiayai adik-adiknya. Dia punya idealisme sendiri makanya dia belum juga menikah.
Selanjutnya ada anak kedua. Yaitu Afa. Afa punya istri Vania. Dari hubungan keduanya, mereka akhirnya memiliki 3 anak. Anak pertama Daffa, kedua Agtan, ketiga gue. Tapi dalam keluarga itu sendiri, Agtan lah yang paling manja. Sedangkan gue dan Daffa selalu gelut setiap menit dan setiap detik sampe sering bikin Afa marah.
Anak ketiga Kakek Zain, ada Jessica. Nah Jess punya suami Paung. Mereka punya 3 anak yang semuanya perempuan. Ada Sahda sebagai anak pertama dan paling tua, lalu Aisyah yang pendiam, dan terakhir Fasya si tukang makan.
Anak keempat itu Tanti. Tanti ini adalah kakak sekaligus bibi yang suka masak dan kalau pulang ke rumah bawaannya mau minta duit aja. Tanti dibayangan gue adalah perempuan karir yang lembut banget ke anak-anak, makanya dia punya adik alias anak kelima dari Kakek Zain yaitu Zulfa yang masih kuliah dan sering dibiayai oleh kakak-kakaknya.
Masih belum putus, ada Haposan sebagai adiknya Kakek Zain yang mempunyai anak Nesya. Nesya ini ibarat anak-anak dari keluarga jauh yang sering main ke rumah dan main bareng Daffa.
Saat gue menceritakan silsilah keluarga yang diadaptasi dari kepribadian dan sifat asli mereka lalu gue hubungkan dengan peran keluarga secara umum, mereka semua banyak yang relate dan setuju, setelahnya kami tertawa bersama.
Akhir dari formula hari itu adalah, kami menyuarakan slogan yang gue buat.
"KKN Kelompok 277"
"Saling Jaga di Pajagan!"
Slogan yang muncul di kepala gue saat itu juga sebenarnya dari hasil bengong.
Pajagan, Pajaga, Pajaga-jaga, jaga. Oh, saling jaga di Pajagan kali yah?
Akhirnya gue menyuarakan ide gue dan didukung oleh Paung awalnya dan pada akhirnya semua setuju. Akhirnya slogan itu abadi sampai saat ini (Anjay)
Di tanggal 22 Juli, beberapa dari kami sepakat untuk survei ke SD-SD.
Kira-kira SD mana yang sekiranya cocok untuk dijadikan tempat mengajar.
Gue jaga di rumah hari itu, jadi gue gak tau apa-apa soal survei, pun keputusan dan hasil survei akan dibagikan saat formula nanti malam. Jadi, gue hanya bersantai sembari menelpon teman gue yang berasal dari kelompok lain.
Siangnya, gue, Bang Zain, Afa, Vania, Fasya, dan Wiar pergi untuk survei tempat ke Taman Seribu Cahaya.
Tempatnya sebenarnya gak jauh, tapi jalanannya benar-benar terjal. Bahkan, motornya Agtan ga kuat nanjak dan gue harus turun sembari jalan menanjak. Saat sampai di sana, gue akui emang tempatnya oke, tapi harga untuk nge-camp benar-benar pricey. Jadi, kami masih menimbang-nimbang untuk camping. Walau Vania bilang dia punya 2 tenda di rumah, tapi tetap saja biaya lainnya harus dipertimbangkan juga. Akhirnya, kami kembali pulang. Tapi tiba-tiba di pertigaan, Afa bertanya,
"Eh, pada penasaran ga kalau ke kanan ke mana?"
"Ah serius lu?" Tanya gue
"Gas ga?" Tanya Afa
"Gas gue sih, mumpung lagi di sini" Usul Bang Zain.
Akhirnya, kami menyusuri jalanan tersebut dan berakhir di tempat pemberhentian perahu dan Waduk Jatigede yang luas.
Setelah puas eksplor tempat, kami kembali lagi ke rumah dan mengadakan formula keempat.
Intinya adalah, kami akan pergi mengajar di SD Sukajaya. Selain karena di SD tersebut banyak anak-anak yang sudah kami kenal seperti Abay, Rayhan, Izhar, Nura, dan lain sebagainya, SD tersebut juga lebih proper dan dekat dengan posko kami. Tapi permasalahannya, apa yang mau kami ajarkan?
Maka tercetuslah teater interaktif dari Zulfa. Teater tersebut akan menampilkan jalan cerita mengenai lingkungan dan cara menjaganya. Tentunya, akan dibuat cerita semenarik mungkin untuk anak-anak kelas 4 dan 5 SD. Selain itu, anak laki-laki juga setuju untuk mengadakan kerja bakti membersihkan sampah di sungai. Sip, mari eksekusi.
Di tanggal 23 Juli, beberapa tim sudah ada yang berdiskusi. Sementara gue ngapain?
Yak, main poker pakai bedak.
Kalau kalah kita tabokin bedak ke mukanya. Gue bermain bersama Wiar, Fasya, dan Daffa. Eittt jangan salah, walaupun Fasya alim ga ketolong, tapi buat poker dia jago. Mungkin bisa jadi ditolong Tuhan. Kami semua sering berprasangka begitu walau ga mungkin Tuhan mendukung perjudian di atas sana. Malamnya, kami semua menonton Timnas Indonesia bermain dalam memperebutkan Piala AFF melawan Timor Leste. Sayang, saat Indonesia kejebolan, Fasya sebagai fans nomor 1 Timnas Indonesia jatuh terkulai dengan lemas. Kami semua hanya bisa tertawa melihat kelakuannya.
Selesai menonton, makanan sudah jadi di masak oleh chef, kami akhirnya melaksanakan formula ke 5 untuk membahas jalan cerita dan pembagian peran saat mengajar di SD Sukajaya nanti. Lalu tercetuslah ide Sang Raksasa dan Putri. Ceritanya nanti ada seorang putri yang diculik karena membuang sampah sembarangan, lalu ia akan diselamatkan pangeran dan prajurit kerajaan (anak SD) tapi dengan syarat mengembalikan alam seperti semula. Jadi, kami nantinya akan mengajarkan anak-anak tersebut bagaimana caranya menjaga lingkungan melalui 5 pos yang ada. Gue sendiri berperan sebagai PDD (PDD till I die) yang nantinya akan bekerja sama dengan Vania untuk membuat konten di tiap posnya dan konten bersama-sama di akhir.
Nah gimana dengan peran yang lain? Mari kita lihat nanti yaa, hehe...
Setelah pembagian peran dan cerita dibacakan, kami akhirnya bermain "Apa yang paling berkesan selama di KKN Pajagan ini?"
Beberapa dari kami membuat pernyataan ada yang lucu, ada yang sedih, ada yang rasanya pengen nonjok aja saking nyebelinnya. Barulah setelah itu, kami lanjut pergi tidur.
Tunggu dulu, belum selesai.
Berbeda dengan Bang Zain, gue, Wiar, dan Daffa yang lebih memilih main poker dan bedak-bedakan di jam 12 malam sampai jam 2 pagi.
Yah kita taulah ya pemenang dan siapa yang kalah. Pemenangnya Daffa dan yang kalah pasti Wiar. Muka kami semua sudah bonyok oleh bedak bayi yang gak sungkan-sungkan dioleskan sewaktu salah satu dari kami kalah. Saat gue beranjak untuk tidur, tiba-tiba di sebelah gue ada laptop Agtan yang memutar film Ghibli. Gue terlalu mengantuk untuk mematikannya, jadi gue langsung membenamkan diri dalam selimut dan tidur sepulas-pulasnya.
Ajaibnya, saat gue bangun tidur, film Ghibli itu masih terus berputar.
Esoknya, disaat gue sedang tenang-tenangnya nonton film di belakang, Afa tiba-tiba muncul,
"Lagi ngapain lu, Pit?"
"Nonton"
"Temenin gue yuk, beli cat"
Karena gue juga gabut dan gak enak sama yang lagi kerja menggambar di teras, gue memilih untuk ikut walau matahari sedang terik-teriknya.
Kami berbelanja cat tembok kiloan, kertas, kuas, dan lain sebagainya untuk persiapan teater. Selain itu ada 1 hal lucu saat kami sedang membeli jus.
Gue bilang ke akang tukang jusnya,
"A, beli jus jambu, jeruk, apel stroberi dicampur ya"
"Oke, Teh"
Saat selesai dibuat, gue bingung sendiri,
"Yang jambu yang mana?"
"Ini"
"Jeruknya?"
"Sama jambu"
"HAH?"
"HAHAHAHHAAHHA" Gue dan Afa nahan ketawa karena miskomunikasi ini.
lantas Akangnya langsung mengganti jus jambu dan jeruk tersebut secara terpisah.
Pulangnya, gue dan Afa langsung membantu anak-anak untuk mengecat properti yang akan digunakan nanti saat teater berlangsung. Setelah itu tentu saja ada agenda perang cat antara Agtan, Fasya, dan Jess. Gue capek dan gak mau kotor. Jadi gue hanya tiduran di sofa menunggu formula keenam hari ini dimulai. Kami membahas soal kerja bakti membersihkan rumah. Pembagiannya ada bersihin ruang depan dan teras, lalu ada ruang tamu, ruang tengah, dapur, dan ruang belakang. Plotingan berdasarkan siapa yang cepat tunjuk tangan duluan dipilih oleh Afa. Sialnya, gue, Bang Zain, Haposan, dan Wiar mendapatkan bagian paling kotor dan paling tidak disukai. Yup, dapur dan kamar mandi. TIDAAAAAK!
Sebenarnya, gue ga banyak andil di formula kali ini karena mereka semua khususnya yang mempunyai peran dalam teater berlatih menggunakan naskah asli. Gue menonton mereka sembari mencari ide konten apa yang cocok dibuat untuk ukuran anak SD. Untungnya Vania banyak ide konten, jadi gue ga kelimpungan sendirian.
Esoknya, kami memulai kerja bakti kami. Gue ngide untuk membersihkan kamar mandi karena gue rasa ruangan itu paling aman dan paling bersih. Lalu, ada Wiar yang menata seluruh peralatan dan bahan masakan yang ada di dapur, Haposan menyapu, dan Bang Zain mengepel.
Sembari bersih-bersih, gak afdol rasanya kalau ga sambil dengar lagu. Gue akhirnya memutar semua playlist gue dari yang paling jedag-jedug sampai yang paling fancy kayak lagu Jazz. Sekali dua kali gue memutar lagu daerah dan menari tor-tor bersama Haposan. Terkadang juga kami bernyanyi lagu timur bersama dengan Paung yang sedang membersihkan bagian bawah.
Masih nyebelin, di tengah kelaparan yang melanda, Wiar memakan habis snack yang gue beli kemarin. Huh.
Oh iya, gue lupa bilang. Jadi, sebenarnya kerja bakti ini bukan sekadar kerja bakti. Tapi ada reward-nya juga loh. Barang siapa yang membersihkan sampai tidak ada debu sedikitpun akan mendapatkan Chocolatos dan Momogi dari Afa.
Tentu saja, jiwa kompetitif gue menggebu. Gue dan kawan-kawan sepakat untuk membersihkan dapur yang super kotor itu sampai sebersih mungkin. Bahkan, gue sampai menyikat pintu kamar mandi. Sampai akhirnya terbuktilah kalau kelompok dapurlah yang memenangkan perlombaan. Yeay!
Sorenya, gue, Nesya, Tanti, dan Zulfa nongkrong di warung seblak yang proper banget. Bayangin, sampe punya wifi sendiri coba. Gak cuma itu, saat kita datang kita dapat teh gratis. Jum'at berkah katanya. Saat tengah berkumpul, tiba-tiba ada satu orang yang bilang,
"Eh liat deh story Instagramnya Jess"
Kami menonton bersama story tersebut yang menampilkan Jess sedang memegang sapu sembari joget menggunakan lagu Cinta Satu Malam. Sontak semuanya tertawa,
"HAHAHAHHAHAHA"
"Paung yang se-ustaz itu harus berkelahi dengan biduan kayak Jess" Ujar Tanti yang membuat kami semakin tertawa
Pulangnya, ternyata anak-anak mengidekan untuk membuat pengajian otodidak. Eh, maksudnya dadakan. Entah apa maksudnya, tapi kami percaya, pengajian tersebut dapat mendatangkan ketenangan pada rumah yang kami tempati kali ini. Apalagi setelah kejadian horor yang sering menimpa beberapa di antara kami.
Contohnya, saat itu jam 2 malam. Gue tengah tidur di sofa. Di bawah gue ada Wiar yang menemani. Gue tidur di luar karena kasur kamar gue jebol. Anak-anak kamar semuanya menggunakan kerudung. Jadi, gue menghormati mereka dengan tidur di luar. Masalahnya, gue gak berani kalau sendirian. Makanya kadang gue sering ditemani oleh Wiar atau gak Daffa. Nah, di malam horor itu, gue sedang ditemani oleh Wiar, sementara Daffa bersama Agtan ada di ruang tengah.
Jam 2 malam, gue merasakan gelap yang luar biasa. Biasanya gak seperti itu, sedikit-sedikit ada lah cahaya yang muncul dari kamar. Tapi ini engga. Gue jujur ketakutan sembari menahan panas karena gue benar-benar menutup seluruh tubuh gue menggunakan selimut karena takut. Gue menunggu ada setidaknya satu orang yang bangun dan teriak. Tapi ga ada. Sampai akhirnya 20 menit kira-kira berlalu. Gue dengar Agtan teriak "DAP DAP BANGUN!"
Baru gue berani teriak
"BANG DAPAAA"
"OIIII"
"TAKUTTT"
Akhirnya mereka berdua buru-buru keluar dan mencoba menyalakan saklar, tapi sayang tidak bisa karena satu desa mati lampu, bukan hanya rumah kita saja. Akhirnya Daffa, Agtan, Wiar, dan gue memutuskan untuk tidur di ruang tengah saja sembari menunggu lampu menyala.
Sesaat kemudian, lampu akhirnya menyala. Barulah Agtan cerita,
"Tadi pas mati lampu ada cahaya yang nyamperin gue, makanya gue bangunin lu, Dap. Tapi, cahayanya malah ketarik ke tanda (jimat) yang ada di atas pintu"
Saat dengar itu, gue hampir ga bisa tidur. Agtan beneran ga bisa tidur. Tapi, gue akhirnya bisa tertidur lagi karena terlalu ngantuk. Bahkan, Agtan minta anterin ke kamar mandipun gue ga bangun. Padahal gue termasuk orang yang sensitif dengan bunyi.
Selain itu, ada lagi cerita horor waktu Aisyah diketawain di dapur dan ngelihat makhluk hitam besar dari luar. Gue sendiri juga pernah sih diisengin. Untungnya gue waktu itu ditemani Bang Zain untuk mengambil laptop di belakang yang sedari sore ga gue ambil. Pas ngambil, lampu belakang malah kedap-kedip. Sial. Gue langsung lari ngibrit ke atas. Ada juga kepercayaan mengenai 'garam'. Jadi, di desa itu, kalau malam dilarang beli garam dengan menyebut kata garam. Harus diubah menjadi 'gula sayur' gue gak tau kenapa dan gue gak penasaran juga. Jadi, mari skip bagian ini.
Setelah pengajian berlangsung, tentu saja kami tutup dengan main poker dan melihat Haposan menjadi Abe Kecut setelah kalah poker dan harus merelakan wajahnya ditepungi oleh bedak bayi.
Esoknya, gue sudah ada janji dengan Tanti dan Zulfa untuk pergi ke Warung Nenek untuk melihat sunset dan ke Masjid Al-Kamil Jatigede. Rencana itu awalnya sempat gagal karena gue yang malah meracau saat tidur. Tapi, gue ingat belum shalat subuh, jadi gue bangun dan kembali menanyakan,
"Jadi ga?"
Mereka jelas menyambut ajakan gue. Syahda juga ikut dan mengajak Aisyah sementara gue, Tanti, dan Zulfa bonceng tiga menggunakan motor Agtan. Paginya sekitar jam 6, kami ke Warung Nenek dan makan Indomie bersama dengan teh hangat. Baru setelahnya kami ke Masjid Al-Kamil. Sebenarnya ga ada intensi apa-apa, cuma penasaran aja. Gak taunya, jauh bangetttt...
Sampai di sana juga ga ada apa-apa. Benar-benar cuma masjid aja.
Bahkan, pemandangan juga masih kalah bagus dengan pemandangan Warung Nenek. Jadi, kami hanya sebentar di sana lalu kembali. Sebenarnya kami ada rencana untuk ke Karedok. Tapi karena kami gak tau tempatnya di mana, jadi kami memutuskan untuk kembali. Sesampainya di rumah gue diketawain Syahda,
"Kamu jalannya cepet banget, Pit"
"Hah? Perasaan pelan deh. Mungkin karena gue bonceng tiga kali ya"
"Sumpah, harusnya lebih pelan ga sih?"
"HAHAHAH IYA JUGA YAA, SORRY SORRY"
Gue gak tau gue bawa seberapa kencang, tapi perasaan gue masih pelan. Siangnya, gue gitaran bareng Haposan, Jess, Tanti, dan Fasya di teras rumah. Ngomong-ngomong soal gitar, memang dari kemarin ada gitar di rumah karena temannya Haposan sempat mampir dan membawakan gitar ke rumah. Gue dan Bang Zain selalu memainkan gitar tersebut kalau lagi ga dimainin Haposan. Bagusnya, gitar tersebut sedikit meredam rasa rindu gue pada kost. Di kost gue ada gitar Kak Roi, jadi kalau gue gabut, kadang gue mainin.
Sorenya, beberapa yang menjadi pemain teater berlatih teater di belakang rumah. Gue menonton bersama Vania sembari mendokumentasikan proses latihan yang seru karena properti sudah jadi. Beberapa hal menjadi sangat lucu sementara waktu maghrib memanggil dan kami menyudahi gladi kotor tersebut. Malamnya, setelah makan malam kami nonton film horor bersama yang membuat gue ketiduran karena takut.
Lanjut, di tanggal 27 gue seharian battle Justice 2 bersama Bang Pi, Vania, dan Afa. Sekali, gue juga nonton drama korea berjudul Twinkling Watermelon bareng Vania. Malamnya kami nobar Timnas lagi. Lalu, rasa lapar menggerogoti perut gue. Apalagi saat gue melihat anak-anak yang lain tengah makan malam. Fomo lah gue mau makan juga. Tapi, naas. Saat gue membuka rice cooker, di dalamnya masih berupa air dan beras.
"HAPOSAAAAN!" Teriak gue pada Haposan yang lupa menjetrekan rice cookernya. Gue bete dikit walau akhirnya yaudahlah. Mau gimana lagi. Selanjutnya setelah makan, kami berkumpul untuk formula ketujuh sekalian bermain paranoia full team. Wah, tebak bakalan sekacau apa? Jelas semuanya kacau. Semuanya menghindari duduk disebelah gue karena takut dikasih pertanyaan yang engga-engga. Padahal pertanyaan yang paling parah adalah yang keluar dari mulut Daffa dan Afa.
Di tengah permainan, saat tepat jam 12 malam tiba-tiba Daffa langsung bertepuk tangan dan menyanyikan lagu Happy Birthday, ternyata Nesya ulang tahun. Setelah sesi peniupan lilin, kami kembali lanjut bermain. Baru setelah semuanya selesai, kami semua tidur karena hari sudah larut dan besok kami masih harus berkegiatan lagi.
Formula kemarin membagi beberapa anak ke dalam beberapa tim.
Anak laki-laki bertugas membersihkan sungai.
Gue dan Jess pergi membeli belanjaan untuk snack anak-anak,
Nesya, Aisyah, dan Fasya membuat properti
lalu Tanti, Vania, dan Zulfa ikut liwetan di rumah Bu Iin.
Yang Nesya gak tau, kalau kita sudah menyiapkan kejutan dibaliknya. Hehe...
Jadi, saat kami semua selesai mengerjakan tugas kami masing-masing, kita semua berkumpul untuk makan nasi liwet buatan Bu Iin, Vania, Tanti, dan Zulfa. Kami sengaja membuat kue ulang tahun dari nasi liwet yang dicetak. Lalu kami tambahkan lilin ulang tahun yang sebelumnya sudah gue dan Jess beli di pasar. Lalu saat semuanya sudah berkumpul, kami kembali menyanyikan lagu Happy Birthday dan makan dengan kenyang. Kecuali Daffa saat itu yang ngambek dan gak tau kenapa. Setelah makan, kami semua tidur. Gue sendiri lebih memilih main Plant Vs Zombie di laptopnya Bang Zain sampai sore. Gak lama kemudian Agtan mengajak gue untuk beli jus. Gue mengiyakan ajakannya dan ketika gue sampai di rumah semua orang sudah pergi ke Balai Desa untuk gladi bersih teater esok hari. Malamnya, tiba-tiba kita semua ditraktir recheese dari Nesya dan dilanjut dengan formula terakhir untuk membahas persiapan teater esok hari.
Esoknya, kami semua bangun pagi.
Kecuali Afa yang kesiangan. Kami datang disaat anak-anak SD sedang upacara. Karena motor hanya ada 4 dan kami ada 17 orang, maka kami bolak-balik untuk menjemput orang dan barang. Sampai akhirnya kami semua berhasil sampai di SD Sukajaya dan gue membuat konten "Shake my hand in character" bersama para karakter yang akan tampil di hari ini. Setelah upacara selesai, gue membantu memasang backdrop dan memanggil anak-anak kelas 4 dan 5 SD untuk berkumpul di lapangan. Setelah berkumpul, kami semua memainkan peran masing-masing. Hal paling iconic adalah waktu ada potongan narasi pemburu yang menembak burung. Saat Wiar menembak burung yang ada di depan backdrop, tiba-tiba saja burungnya beneran jatuh. Anak-anak tertawa dan ternyata itu adalah akal-akalan Syahda.
Setelah itu, kami semua berpencar untuk menyelamatkan tuan putri dengan menyelesaikan misi.
Gue sendiri mendapatkan tugas untuk membuat konten bersama kelompok Paung Fasya dan Wiar Aisyah. Gue gak pernah melihat Aisyah tersenyum secerah itu sebelumnya. Akhirnya gue ikut happy juga karena melihat mereka bermain dengan gembira.
Setelah itu, gue kembali berkeliling dan melihat Ibu Peri alias Tanti yang sedang mengajak anak-anak SD tengah menyiram tanaman. Lalu ada Agtan yang tengah membuat konten untuk tidak membuang sampah dan menebang hutan sembarangan.
Setelah semua misi selesai, kami kembali berkumpul ke lapangan. Di sana, teater kembali di mainkan dan Raksasa tidak marah lagi juga tuan putri akhirnya bisa pergi bersama pangeran.
Semuanya selesai dan kami tinggal membagikan snack pada anak-anak. Selain itu, kami juga mendapatkan sambutan hangat dari guru SD Sukajaya. Sembari sambutan, gue mendapatkan anak kelas 1 yang menghampiri gue. Kami bermain-main sejenak dan gue memberikan penghapus yang gue beli di tukang fotocopy sehari sebelumnya pada mereka. Tidak lupa gue juga menyisakan untuk Nura yang sudah menemani gue dari awal gue datang di Pajagan.
Selanjutnya, kami membuat konten dan berfoto, barulah kami pamit undur diri dan pulang.
Sesampainya di rumah, gak tau kenapa tapi semua orang tertidur. Mungkin lelah ya menghadapi anak kecil yang energinya ga ada habisnya itu. Gue sendiri lagi-lagi lebih memilih memainkan game Plants Vs Zombie di laptop Bang Zain. Akan selalu begitu sampai Bang Zain bilang,
"Mending lu download sendiri, Pit"
Oh iya, soal Bang Zain juga, gue punya banyak cerita seru bareng beliau.
Contohnya waktu pulang dari Half Space Cafe. Bang Zain tiba-tiba ngajak ngobrol soal gitar dan musik. Yang buat gue amaze adalah, beliau ini belajar gitar waktu dia masih pesantren. Sepengetahuan gue ya, ini cmiiw, kalau lo di pesantren bukannya ga boleh sama sekali dengerin atau main musik? Bang Zain mengiyakan itu, tapi beliau bilang background keluarganya emang pemusik, bahkan abangnya adalah pemain piano handal. Makanya gak heran kalau Bang Zain jago main gitar karena dia didorong ayahnya untuk belajar.
Gue hanya kagum mendengarnya, lalu lamunan gue terhenti saat Bang Zain bertanya pada gue,
"Lo sendiri belajar gitar dari kapan?"
Damn! Gue bahkan ga belajar seserius itu. Lalu gue menceritakan sejarah awal gue bermain gitar. Tapi sebetulnya, gue bermain hanya untuk seru-seruan aja, gak serius. Tapi Bang Zain malah bilang,
"Bagus lah, segitu aja udah bagus"
Gue ga pernah di support sebegitunya.
Lalu adalagi,
Gue sering nongkrong di belakang rumah. Nah, kadang Bang Zain akan datang untuk nongkrong juga. Jadilah kita nongkrong bareng. Saat itu gue tengah nonton Dune. Film yang kata orang-orang bagusnya bukan main. Tapi saat gue nonton Dune 1, otak gue malah ga sampai. Jadilah Bang Zain menceritakan pada gue mengenai Dune, apa itu Bene Gesserit, siapa itu Paul, apa arti Lisan Al-Ghaib, bahkan sampai spoiler Dune di film selanjutnya. Saat itu, tiba-tiba Wiar lewat dan akhirnya, tutor gue dalam menonton Dune bertambah. Wiar juga sering kali menjawab pertanyaan dari rasa penasaran gue soal Dune ini, apalagi Dune 1. Kalau Dune 2 gue nonton sendiri, Bang Zain juga datang di akhir, kita sempat nonton bareng walau akhirnya ia pergi lagi entah ke mana. Yang tadinya gue nanya terus ke Bang Zain, tapi di Dune kedua ini gue yang nyerocos terus untuk nyeritain alur awalnya ke Bang Zain dan Wiar yang pundung karena gue gak ngajak dia nonton dari awal.
Selain itu, gue dan Bang Zain punya kemiripan dalam selera musik dan film. Saat itu, Bang Zain dan gue sedang berdiskusi film. Gue merekomendasikan beberapa film yang menurut gue underated dan wajib untuk ditonton, salah satunya The Lobster.
"Gue gak tau kenapa ya, Bang. Tapi gue seneng aja mecahin misteri dan mikirin plot twist di akhir filmnya. Buat gue, cerita yang gampang ketebak itu ga seru. Kecuali film klasik ya soalnya gue suka sama bahasanya, lumayan buat belajar"
"Iya kan? Jadinya kalau ditanya atau nonton sama orang tuh lo bisa bangga karena lo paham ceritanya walau emang susah ditonton"
Waktu itu gue mengajak Bang Zain nonton film V/H/S/2.
Film horor yang bikin gue sama Bang Zain teriak-teriak di belakang sampai Afa bilang,
"Lo pada nonton apa sih?"
"Sini ikutan" Ajak gue
"Ga ah, tontonan kalian ga jelas" Ogah Afa
"PIT PIT AAAARGHHH KENAPAA GITUUU" Teriak Bang Zain saat ada adegan zombie yang ususnya ke mana-mana.
Sebenarnya masih banyak cerita seru bareng Bang Zain. Apalagi kalau udah main Justice 2 terus dia kalah. Ekspresinya beneran asem. Tapi kalau udah menang, beliau bakalan menyunggingkan senyum tanda kemenangan.
Nah, lanjut ke tanggal 30 Juli.
Gue, Tanti, dan Zulfa berencana pergi ke sungai yang ada di Desa Karedok. Sebetulnya di desa ini ada kawan sejurusan gue, Wianda dan Ajie. Tapi karena gue ingin menghabiskan waktu bersama teman sekamar gue, jadi gue hanya mengajak mereka berdua.
Saat itu, rencana kami adalah menggunakan 2 motor. Motor Afa dan motor Agtan. Gue sendiri menggunakan motor Agtan sementara Zulfa dibonceng Tanti. Kami mengisi bensin kedua motor dulu di Warung Nenek. Kebetulan saat itu ada Abah juga yang membantu untuk membuka tank bensin Agtan yang sulit untuk dibuka. Setelah terisi penuh, sore itu kami langsung tancap gas ke Karedok. Dengan berbekal Google Maps, kami siap untuk berkelana sejauh mungkin.
Sayangnya, Google Maps tidak mengarahkan kami ke tempat yang tepat. Benar sekali, kami nyasar. Hingga kami belok ke rumah warga yang saat itu ramai entah karena apa. Lalu dengan sedikit berbasa-basi kami bertanya pada ibu-ibu dan satu orang bapak-bapak berseragam satpam di situ,
"Punten Pak, Bu, kalau Sungai Karedok di mana ya?" Tanya gue
"Oh, kelewat, Neng, di atas tadi belok kiri." Ucap salah satu ibu-ibu
"Jauh ga, Bu?" Tanya Tanti
"Deket kok, Neng, nih nanti dianterin si Bapak" Lempar si ibu pada Pak Satpam. Bapaknya hanya menoleh bingung dan mau gak mau akhirnya dia bilang,
"Iya udah, yuk saya anterin"
"YEAAAAY"
Kami diantar menuruni jalanan yang berkelok tajam dan penuh dengan kerikil-kerikil licin. Sampai akhirnya kami menemukan jembatan gantung dan suara air dengan arus deras. Pak Satpam berhenti di sana dan berkata,
"Ini kalian nyebrang aja lurus nanti ada gapura hijau belok kiri ya"
Gue dibelakang Tanti kala itu. Kami masih memproses perkataan Pak Satpam karena seriuan, nih? Nyebrang jembatan yang udah rapuh begini pakai motor sementara di bawah kami langsung ada sungai dengan arus yang deras? Gue juga tadinya gak percaya, tapi karena ada 1 motor dibelakang kami yang dengan berani dan percaya diri menyebrangi jembatan tersebut, adrenalin gue terpacu dan gue berkata dalam hati "Pasti bisa"
Lalu gue jalan duluan sementara Tanti di belakang. Saat itu terdengar suara sayup-sayup Tanti berkata,
"Zulfa diem, aku mau fokus"
Gue cuma terkekeh karena akhirnya gue sampai duluan dengan selamat. Tapi, gak hanya itu. Untuk pergi ke tengah sungainya, kami juga harus menyebrangi jembatan dengan berjalan kaki. Lagi-lagi suara seng besi berhasil membuat gue khawatir karena takut-takut salah pijak, gue akan jatuh ke bawah. Tapi, untungnya semuanya baik-baik saja.
Awalnya, gue kira masuknya bayar, tapi ternyata benar kata Wianda. Wisata itu jadi wisata mati dan terbengkalai. Tapi karena masih sore, jadi gak ada aura-aura mistis di sana. Bahkan saat kami ke sana, banyak juga orang yang datang untuk berenang.
Kedatangan kami disambut oleh 2 ekor kucing. Satu berwarna oranye, satu lagi abu-abu putih.
"Eh, ini dua kucing ngikutin terus, jangan-jangan penjaga sini, lagi" Ucap Zulfa
"Iya euy, masa mau nyebrang sungai, kucing apaan kayak gitu" Gue kembali mengingat kelakuan kucing-kucing yang lebih banyak kurang ajarnya dibanding baik-baiknya
Kami bertiga menikmati sungai dan alirannya yang deras sembari bermain air. Berbeda dengan Tanti yang memiliki ketakutan tersendiri pada air sungai, gue dan Zulfa malah enjoy dan mencelupkan kaki kami ke bebatuan yang banyak tersebar di sepanjang sungai sembari bermain dengan dua kucing tadi yang selalu mengikuti kami kemanapun kami pergi.
Gue dan Zulfa menikmati keindahan sungai di sore itu. Sampai akhirnya Tanti, selayaknya ibu kami mulai memperingati,
"Nanti pulang jam 4 ya, takut keburu malem. Soalnya tadi aku liat di daerah sini gak ada lampu. Takut gelap di jalan"
"SIAP!" Balas gue dan Zulfa.
Hingga akhirnya, setelah puas, kami kembali pulang. Kedua kucing itu mengantar kami sampai kembali ke jembatan. Kami harus menyebrangi jembatan gantung lagi walau kali ini agaknya lebih berani. Setelah itu, jam 5 sore kami sampai di Warung Nenek untuk makan Indomie. Saat gue tengah membuka handphone, tiba-tiba muncul pesan masuk dari Agtan.
"Ini gue ditinggal gini aja? Hati kecilku..."
Gue langsung kasih tau Tanti dan Zulfa soal Agtan yang ngambek ga ikut ke Karedok padahal udah gue ajak.
"Tadi kan gue udah bilang mau ke Karedok, lu kenapa gak bilang mau ikut? Padahal gue sendirian di motor. Besok mau ke sana?"
Yang malah di balas dengan video,
"POV ditinggal main sama temen KKN. Nanti kita main terus yak, but you don't mean it~"
Lagi-lagi, gue, Zulfa, dan Tanti hanya ketawa cekikian melihat Agtan yang sendirian di rumah dan ga bisa nyusul karena motor dipakai semua.
Malamnya, gue kembali main poker. Tapi segera digantikan oleh Fasya karena gue mau mencari makan malam. Akhirnya, kesialan menimpa Fasya sehingga mukanya jadi penuh dengan bedak. Setelah makan, kami kembali melaksanakan formula ke 8 untuk membahas mengenai keputusan bahwa kita tidak akan ke karedok ataupun nge-camp, tapi akan ada hal lain yang menunggu untuk farewell party.
Tanggal 31 Juli,
Kami memiliki agenda free time. Jadi, gue menghabiskan waktu gue untuk bersantai dengan membaca buku dan bermain PS. Saat tengah membaca buku, tiba-tiba Fasya bertanya pada gue,
"Ipit suka mangga apa jeruk?"
"Hmm.. Mangga" Ucap gue tanpa pikir panjang.
Lalu setelah itu Fasya masuk kamar dan keluar lagi membawakan permen dan secarik kertas yang berisi hal yang membuat gue terharu,
Gue kemudian mengucapkan terima kasih dan ngompor-ngomporin yang lain kalau gue dapat afeksi dari Fasya.
Siangnya, gue, Tanti, dan Zulfa pergi ke rumah saudaranya Tanti untuk liwetan dan pergi makan surabi di tengah sawah. Sayang, surabi kinca kesukaan gue gak dijual, jadi gue membeli surabi polos dan memakannya di Warung Nenek menggunakan gula merah yang gue buat sendiri.
Kemudian malamnya gue menghabiskan waktu untuk bermain Justice bersama Afa. Saat sedang asik-asiknya bermain, tiba-tiba Tanti datang membawa beberapa lembar surat untuk kami isi. Surat yang berjumlah 16 itu harus diisi dengan tenggat waktu jam 12 siang besok. Malam itupun gue langsung kerjakan. Berbeda dengan Afa, Daffa, dan Bang Zain yang malah main Mobile Legend sampai mereka harus telat mengumpulka surat-suratnya. (Terkhususnya Afa yang ngaret mampus)
Esoknya, di tanggal 1 Agustus, semua orang sibuk menulis 16 surat. Malamnya, kami semua diminta untuk menggunakan kaos hijau #UnpadBermanfaat. Gue sendiri gak tau apa tujuannya, tapi yaudalah ikutin aja.
Setelah pulang dari alfamart malam-malam itu, kami langsung berkumpul di rumah Mama Abay karena ada sunatan saudaranya. Jadilah kami makan-makan dulu di sana lalu pulang dan melanjutkan agenda kami sendiri.
Saat pulang, proyektor desa sudah terpasang di belakang rumah dan kami berkumpul di sana. Beberapa dari kami juga ada yang menyiapkan alat bakar-bakar untuk sosis dan beraneka ragam suki-sukian.
Acara pertama kala itu adalah impersonate.
Untuk yang namanya terpilih di spin wheel, mereka harus menirukan kebiasaan dari orang yang diberitahukan oleh panitia tanpa suara.
Kita semua tertawa saat Afa menirukan Aisyah yang hobinya duduk dipinggir sofa. Atau saat Agtan harus menirukan Haposan yang hobi bermain gitar. Lalu ada Aisyah yang menirukan Nesya yang suka manyun-manyun. Ada Fasya juga yang harus menirukan Wiar dengan galagat tawanya yang suka aneh karena bahunya suka ikut keangkat. Lalu ada juga Haposan yang menirukan Daffa si perokok berat. Terakhir ada Bang Zain yang menirukan Paung karena ia langsung mengambil sarung yang otomatis anak-anak langsung cepat tanggap bahwa itu adalah Paung.
Selanjutnya adalah acara confession night. Isinya berupa pesan Ngl yang sebelumnya sudah kami isi kemarin. Yang paling berkesan tentu saja tulisan ini sih menurut gue, anw ini gue gak tau ya yang nulis siapa,
"Gw beruntung banget bisa jalanin KKN bersama kalian. Gak nyangka lho, kalo gw bakal sesedih ini. Lusa gak tinggal bareng kalian lagi, bakal kangen banget nih sama semua yang udah terjadi sebulan ini dari kebersamaan dan cerita kisah horor yang banyak itu. Tengkyuverimuch, lov u"
Iya, gue juga gak nyangka lusa kita pergi dan menjalani kehidupan masing-masing.
Lanjut setelah itu ada agenda bakar-bakar. Yang gak bakar-bakar membuat minuman di dapur. Gue sendiri memilih ikut bakar-bakar karena seru aja malem-malem rasanya kayak buat api unggun. Nah, setelah makanan jadi, kami langsung makan dan tertawa satu sama lain. Bahkan, sempat-sempatnya kami cheers walau minuman kami hanya sebatas Marimas dan Jasjus, tapi rasanya kala itu perasaan gue penuh dengan kegembiraan.
Lagu August by Taylor Swift mengalun di rumah horor itu. Tapi lebih horor lagi kala lirik "Cause you were never mine" nya muncul.
Ditemanin lagu-lagu sedih itu, akhirnya agenda baru muncul. Welcome to Awarding Night!
Beberapa dari kami harus maju dan mendapatkan surat dari 16 orang yang kemarin sudah mereka tulis masing-masing.
Gue sendiri mendapatkan awarding Si Paling Edan karena hobi gue adalah ngomong "Edan!" dengan penekanan yang maksimal.
Awarding ini bikin gue mikir bahwa kami sudah saling mengenal satu sama lain. Terbukti dari julukan-julukan yang keluar yang membuat gue merasa "Oh iya ya, dia kan orangnya emang begini"
Setelah Awarding Night selesai, kami semua akhirnya membaca keenam belas surat. Wah, perasaan gue gak karuan. Gue mau menangis tapi gak bisa jadi gue ganti jadi ketawa. Beberapa diantara mereka yang mendengar celotehan gue malah jadi gagal sedih. Tapi berbeda dengan Fasya, dia yang kayaknya paling sedih dan nangis sesenggukan. Gue gak tau siapa yang membuat dia begitu, tapi kalau sampai ada yang nulis jelek soal Fasya, maju lo! Gue gak terima! >:(
Setelahnya, kami semua diminta untuk berkumpul di dalam rumah horor itu dengan kondisi lampu dimatikan. Jelas semuanya ketakutan, tapi untung ada satu lilin kecil dan api yang dibagikan untuk masing-masing dari kami. Jadi, nanti hanya ada satu lilin yang menyala, dan orang tersebut harus menyebutkan,
"Kalau gue gak ada di KKN ini, gue gak akan..."
lalu api tersebut akan disambarkan ke lilin yang lain dan nantinya akan mengucapkan kalimat yang sama dengan akhir yang berbeda-beda.
Kala itu gue bilang, "Kalau gua gak ada di KKN ini, gue gak akan bisa ketemu orang-orang kayak kalian dan merasa sesenang ini"
Lalu lanjut sampai akhir dan selesai.
Cukup terdengar sakral sampai akhirnya kami keluar lagi untuk main cat tembok.
Jadi, nanti akan ada cat tembok dan kami harus melumuri cat tersebut ke baju KKN semua orang dengan cara saling memeluk.
Semua baju orang-orang di sana sudah penuh dengan cat. Bahkan, celana gue pun sampai habis kena cat tembok dan gak bisa dicuci. Tapi, gak apa-apa. Untuk baju, gue menyimpannya di kotak kenangan di Jakarta. Suatu saat bisa gue lihat dan gue rasakan tangan-tangan mereka yang pernah hadir dan mewarnai hidup gue.
Setelah selesai main cat dan cemong sana sini, kami juga mencetak tangan kami yang masih banyak catnya ke banner putih di belakang. Setelah itu kami mengabadikan momen dengan berfoto bersama.
Sayangnya, kami lupa saat itu sudah jam 1 malam. Kamar mandi cuma ada 2. 1 di kamar cewek, 1 lagi di luar untuk cowok-cowok. Air saat itu hampir habis, jadi kami hampir tidak bisa mandi. Untung gue mendapatkan giliran pertama, jadi cukup bagi gue untuk bersih-bersih dan tidur duluan. Sisanya bahkan sampai ada yang harus menumpang mandi ke masjid saking capeknya menunggu plus dengan banyaknya cat yang mengganggu.
Malam itu, hati gue terasa hangat dan penuh.
Esok paginya, tepatnya di tanggal 2 Agustus, waktunya kami berpamitan. Gue, Tanti, dan Zulfa sudah merencanakan bahwa kami akan pamit ke Warung Nenek. Tidak peduli ke siapapun kami harus berpamitan, tapi Warung Nenek sifatnya wajib.
Dari pagi gue akhirnya mandi lagi karena merasa semalam kurang bersih akibat kekurangan air. Setelah mandi, gue akhirnya tidur di ruang tengah. Tapi tiba-tiba di situasi dan kondisi sedang tertidur pulas, Tanti tiba-tiba mengguncang badan gue dan bilang,
"Pit, dicariin anak-anak itu"
"Hah?"
"Itu keluar dulu"
Gue pun keluar dan kagetnya saat tau mereka memberikan buket bunga dengan isi snack dan origami warna kuning dan hijau.
Warna ini adalah warna yang gue bilang di awal bahwa gue menyukai warna hijau dan kuning ke anak-anak Pajagan. Gue terharu sekali. Bukan cuma gue bahkan, Jess, Tanti, Paung, dan Daffa mendapatkan buket yang sama. Beberapa bahkan diberi foto mereka masing-masing. Jadi ini alasan mereka menanyakan akun Tiktok dan warna favorit gue. Ya ampun, gue seterharu mungkin. Raihan bahkan tak kuasa menahan tangisnya dan harus ditenangkan oleh Paung. Kemudian setelah semuanya selesai, gue mengajak mereka untuk mutualan Tiktok dan membuat konten Nazmi "Jangankan untuk bertemu~"
Gue dan anak-anak saat itu masih dihantui rasa tak rela melepas Desa Pajagan. Padahal, sebelum-sebelumnya gue dan yang lain banyak yang gak kerasan dan ingin rasanya pulang ke Jatinangor. Tapi saat melihat mereka sampai menangis begitu, gue merasa enggan. Keengganan yang bertabrakan dengan keharusan.
Gue harus pulang. KKN ini sudah selesai.
Hingga sorenya, kami berpamitan ke Rumah Bu Iin, Rumah Kepala Desa, Rumah Mama Abay, dan rumah-rumah warga lainnya. Ibu seblak, tukang bengkel, tukang galon, semua kami kunjungi.
Gue juga membuat postingan bunga putih yang waktu hari pertama gue posting dan selanjutnya gue memfoto Daffa dengan bunga putih tersebut dan meletakan question box "Siapa yang bunga? Daffa atau bunganya?" Yang seakan menjadi flashback di awal kami datang ke Desa Pajagan ini.
|
Sehari di Pajagan |
|
Sebulan di Pajagan |
Malamnya, gue, Bang Zain, Daffa, dan Vania berpamitan ke Warung Nenek. Tapi lagi-lagi Daffa gampang masuk angin jadi kami semua pulang sementara gue, Zulfa, dan Tanti balik lagi ke Warung Nenek untuk nongkrong dan memandangi langit malam dan kegelapan Waduk Jatigede.
Bang Zain sebelumnya marah-marah,
"Sialan lu, Pit. Ngajak gue malem-malem gini ke sini nya. Udah gitu kenapa gak dari kemaren? Kenapa baru sekarang?"
"Ya elu gak pernah ikut, gue sering ke sini sendirian. Tapi Bang, lo adalah orang yang gue, Zulfa, dan Tanti rencanakan"
"Maksudnya?"
"Iya, kita sengaja pengen gate keep tempat ini sampai hari terakhir, baru kita bawa semua. Biar orang-orang ngerasa sedih dan nyesel kenapa gak dateng ke tempat ini sedari awal"
"Asu"
"HAHAHAHHAHAHAH"
"Besok pagi ke sini lagi, Pit"
"Kapanpun lu siap, Bang"
Ucap gue saat itu.
Malam itu kami semua bercanda bersama. Kedatangan gue, Zulfa, dan Tanti disusul oleh Wiar dan Fasya juga Afa dan Haposan. Afa dan Haposan saat itu malah main catur melawan Abah. Sedangkan gue, Wiar, Fasya, Zulfa, dan Tanti malah membahas hal lain seperti deskripsikaan orang yang ada di sini melalui warna. Gue melihat Fasya pink, Zulfa putih, Tanti coklat, dan Wiar hitam. Mereka semua juga sepakat. Lalu gue sendiri diibaratkan warna hijau neon. Gue juga gak paham kenapa sementereng itu.
Setelah selesai dan pamit, pulangnya, kami nonton film untuk yang terakhir kalinya di Pajagan. Gue juga sempat battle Justice 2 bareng Bang Zain di belakang. Setelah itu, barulah kami tertidur.
Keesokan paginya, kami semua terbangun dari tidur dan masing-masing dari kami menyadari bahwa ini adalah hari terakhir kami di Pajagan.
Pagi itu, gue menepati janji gue untuk ke Warung Nenek lagi bersama Bang Zain. Lagi-lagi dia kesal karena kenapa harus di hari terakhir dia tau tempat itu. Gue hanya menghibur dia dengan,
"Tapi kan siapa tau bisa ke sini lagi, Bang"
"Halah" Kesal Bang Zain.
Kami menghabiskan waktu sampai jam 9 dengan bercerita mengenai film Peaky Blinders. Adegan mana yang paling kami suka atau menurut kami, siapa pasangan yang cocok untuk Thomas Shelby?
Pulang dari Warung Nenek, semua orang telah selesai packing, tinggal menunggu angkot datang. Gue sendiri naik motor bareng Agtan. Ada juga Wiar yang sendirian, Daffa dengan Nesya, dan Vania dengan Afa. Cuma angkot ini lama sekali datang. Kami harus menunggu sampai jam 11 an baru lah angkot tersebut tiba. Sebelum itu, beberapa dari kami jajan dulu di warung seblak. Gue membeli basreng dan membawanya pulang.
Angkot yang kami tunggu tidak kunjung hadir, jadi kami bercengkrama dulu di ruang tengah lalu akhirnya kami membuat konten di depan teras.
Tepat jam 11, angkotpun datang dan kami memasukan barang-barang ke angkot bersamaan dengan anak-anak yang naik angkot juga. Gue sebelumnya sudah merekam ruangan-ruangan kosong untuk nantinya gue buat konten before after. Setelah semua siap, pintu rumah gue kunci bersamaan dengan cerita sebulan penuh di dalamnya.
Kuncinya gue kembalikan ke Afa dan akhirnya kami berangkat pulang.
Jujur perasaan saat gue meninggalkan Pajagan ke Jatinangor saat pertama kali dengan Agtan muncul kembali. Pertanyaan seperti,
"Menurut lu, kita bakalan bisa balik lagi ga?" dari yang tadinya "Kapan ya kita pulang ke Jatinangor?" Membuat gue menyesali pernah mengungkapkan hal tersebut. Di atas kendaraan, kami melambaikan tangan pada siapapun warga yang kami temui. Mulai dari Mama Abay, Amih, bahkan Abay, Azhar, Rayhan yang baru pulang sekolah dan dalam perjalanan pulang. Mereka juga ikut berteriak,
"KAK MAIN LAGIIII YAAA!"
"IYAAAA"
"HATI-HATI DI JALAN KAAAK!"
Teriakan-teriakan anak-anak SD Salam Jajar itu membuat gue merintikan air mata di tengah jalan. Apalagi saat berpapasan di tengah jalan dengan Bu Iin. Membuat gue teriak,
"AGTAAAN GUE NANGIS!"
Gue langsung mendokumentasikan segala tempat yang sering kami kunjungi sebelumnya bersama anak KKN Desa Pajagan,
(Jalanan menuju arah pulang ke Jatinangor)
(Tempat yang gagal gue kunjungi bersama Agtan karena dikunci si empunya)
(Alfamart yang biasa kami kunjungi)
(SPBU tempat biasa kami mengisi bensin)
(Tempat fotocopy yang sering kami kunjungi)
(Pasar Situraja, tempat biasa kami berbelanja bahan masakan)
(Ritchi Coffee, tempat biasa kami nongkrong selain Half Space)
(Tempat gue salah beli jus bareng Afa)
Lalu disepanjang perjalanan pulang, gue hanya bilang ke Agtan,
"Tan, sorry ya kalau gue banyak diem. Gue gak tau, perasaan gue aneh"
Agtan hanya memaklumi perasaan sedih yang menimpa. Gue tau dia juga sedih, tapi dia mengaku bahwa dia gak bisa menangis seperti apa yang gue lakukan.
Makin lama, jalanan semakin dekat ke Jatinangor. Waktu menunjukan pukul 12 siang. Matahari sedang tepat-tepatnya berada di atas kepala. Daffa dan Nesya pakai acara nyasar dulu. Sampai akhirnya kami sampai di kost Afa duluan bersama Wiar. Lalu gak lama, angkot barang datang dan disusul oleh Daffa dan Nesya juga Vania dan Afa. Gak lama setelahnya, kami membantu mengangkat barang-barang yang sudah datang bersama dengan Bang Zain dan Paung. Setelah itu, barulah semua orang datang dan angkot pergi.
Kami bersantai dahulu setelah lelahnya perjalanan siang dan terik matahari yang menjadi peneman setia.
Afa berencana makan nasi padang. Tapi, gue sedang tidak dalam kondisi ingin makan. Maka gue menelpon Thya, teman sejurusan gue yang sudah pulang duluan untuk menjemput gue dan mengangkut barang-barang gue. Tapi, nantinya gue balik lagi ke sana untuk membantu Agtan membawa barang bawaannya. Saat gue tau itu adalah kali terakhir gue bersama mereka, gue sedih. Tapi kesedihan itu sirna saat Daffa narik-narik gue biar gue ga naik motor. Sialan.
Setelah berpamitan, gue akhirnya pergi ke kost Agtan untuk membantunya membawa barang dan terakhir dia akan mengantarkan gue pulang ke rumah.
Di kost, gue langsung masuk ke kamar dan merayakan kesendirian gue kembali.
Akhirnya setelah sekian lama, gue disambut sepi.
------------------------------------------
Mungkin begitulah cerita 31 hari gue selama di KKN. Gue kembali mengenang dan menyetujui kalimat dari Kak Jacky
"KKN itu tergantung orangnya"
Terkadang gue bersyukur. Gue bisa dikelilingi oleh orang seperti mereka.
Kelompok KKN gue, gue ibaratkan seperti satu mangkuk bubur. Setiap kondimennya pas. Ga kurang gak lebih. Mereka punya warna sendiri dan berhasil membagikan warna mereka dalam sebulan penuh itu. Gue tadinya punya rasa iri pada teman-teman gue yang punya teman sejurusan di kelompok KKN mereka. Gue bahkan cuma sendirian. Gak ada yang sefakultas apalagi sejurusan. Kekhawatiran itu melanda kala teman-teman sejurusan gue sudah berbicara mengenai topik KKN mereka. Saat mereka bertanya ke gue, gue malah gak tau apa-apa karena gue gak punya teman di sana. Sayangnya, kekhawatiran gue soal tidak mendapatkan teman di tempat KKN terbukti. Gue memang gak punya teman, tapi lebih dari itu, gue punya keluarga.
Lucunya, bahkan setelah KKN berakhir, banyak yang merindukan saat-saat di Pajagan. Gak cuma itu, beberapa dari kami juga ada yang menghabiskan waktu bersama kayak Agtan, Daffa, Nesya, Afa, dan Bang Zain yang nonton bioskop bareng. Lalu ada Bang Zain dan Afa yang pulang ke Jakarta bareng. Atau tiba-tiba Paung yang ngajakin anak-anak buat naik perahu di Danau Unpad.
Lucunya, gue secara reflek mukul-mukul pelan ke Wiar. Gue gak tau kenapa gue berbuat begitu. Lalu tiba-tiba Wiar sadar dan bilang,
"Kangen yaaa?" Yang sontak langsung diketawain sama Paung, Jess, dan Agtan
Damn. Iya, gue akui. Gue kangen KKN. Lebih tepatnya orang-orangnya.
Jadi,
kapan kita kumpul lagi?
Komentar
Posting Komentar