Hi, dear!

Halo!!!

Balik lagi, akhirnya gue bisa ngeblog kayak dulu, yeaay! Yaah... Walau ga bisa sesering dulu yang sampai sebulan rutin gue ngeblog, tapi seenggaknya gue bisa menyempatkan waktu untuk tulisan kecil ini. 

Tulisan ini adalah tulisan kecil yang gue tulis ditanggal 14 Maret 2022. Memang sengaja gue setting untuk tanggal 22 karena gue tau, hari ini akan menjadi hari terakhir kita duduk di satu kelas yang sama. 

Gue benci mengakui bahwa waktu terasa berlalu begitu cepat. Rasanya benar-benar aneh. Gue sering mengalami kejadian "datang dan pergi" tapi gue gak tau kenapa untuk kedatangan dan kepergian kali ini terlalu cepat. Iya gak sih? Ngerasa gak sih lu?

Gue masih mengingat jelas cerita-cerita kecil yang pernah gue tulis di dalam diary gue. Gue masih ingat saat pertama kali gue ke sekolah ini untuk melakukan pendaftaran ulang. Saat itu udah hari terakhir. Gue yang saat itu gak tau apa aja dokumen yang dibutuhkan pun akhirnya meminta "spoiler" kepada teman gue yang udah duluan melakukan pendaftaran ulang di hari pertama. Berbekal rasa sok tahu yang tinggi, gue melakukan pendaftaran ulang di TU walau saat itu ga ada materai dan mencoba membeli ke bapak-bapak yang memiliki materai lebih. Ternyata 2 orang yang melakukan pendaftaran ulang saat itu juga menjadi teman sekelas gue. Kita ingat dengan jelas bagaimana situasi saat itu. Situasi saat gue juga ribut sama nyokap masalah baju pramuka lengan panjang atau pendek dan membuat 2 orang yang dikenal dengan nama Amry dan Maisaan cuma bisa terdiam di tempat karena ada orang asing yang lagi ribut di depannya sedangkan mereka gak tau harus ngapain karena gue menghalangi parkir motor mereka saat itu.

Ada juga cerita saat pertama kali gue menginjakan kaki di lapangan yang luas dengan seragam putih-biru, gue buru-buru berbaris di barisan orang-orang telat. Di sebelah gue ada teman satu SMP juga yang gak kalah telatnya, orang itu adalah Icha. Beruntung itu adalah hari pertama masuk sekolah. Jadi kita semua selamat, cuma barisannya aja terpisah. Sebelum gue menginjakan kaki di 10 IPS 1, gue merasakan dulu suasana kelas 10 IPS 3. Hening, sepi, dan benar-benar tenang tanpa keributan. Sama aja sih waktu gue pindah ke 10 IPS 1. Sama-sama hening, sepi, dan tenang. Tapi, setelah 3 tahun berlalu, gue menarik kata-kata gue barusan.

Gue masih ingat jelas saat itu gue duduk di bangku dengan orang asing yang bahkan ga gue kenal. Gue gak tau mau ngobrol apa saat itu, tapi yang gue tau dia berasal dari satu suku yang sama kayak gue (10 IPS 3). Gue dan dia persis 2 orang yang gak tau mau ngapain. Mau ngobrol juga sekenanya aja. Hingga akhirnya dia izin pindah dengan orang lain. Gue juga merasa ada atmosfer ga nyaman sih, tapi gw gak tau harus pindah kemana karena 12 IPS 1 benar-benar gak ada teman gue satupun. Akhirnya, orang yang kita kenal bernama Izza ini pergi menjauh. Tapi lucunya, gue sama dia gak ada pikiran untuk bisa menjadi dekat. Tapi, atas dasar ambisi, akhirnya kita malah jadi temenan huhuhu....

Belum lagi dengan kekosongan Izza, membuat gue berpikir bahwa gue harus setidaknya survive dalam kelas itu. Persetan apakah gue diterima atau tidak, gue cuma berharap gue gak no life aja. Lalu, muncul satu orang yang duduk dibelakang gue. Kami mengobrol tanpa mencoba basa-basi untuk bertanya nama. Hal pertama yang gue ucapkan adalah "Lu dari dudut? (223)".

Gue entah kenapa seperti punya feeling bahwa orang dibelakang gue adalah salah satu orang yang bisa gue ajak survive dari penderitaan karena gue gak punya teman satu sekolah. Seenggaknya juga, banyak teman gue anak 223, jadi gue sempat menanyakan kabar-kabar teman SD gue yang bersekolah disana. Setelah itu, muncul 3 anak yang berniat pergi ke kantin. Entah kenapa insting bertahan hidup gue kembali menyala. Gue pun bertanya,

 "Mau kemana?"

 "Kantin"

"Ikut dong" 

Gue mengajak anak 223 ini ke kantin bersama 3 orang tadi tanpa gue tau siapa mereka dan darimana mereka. Satu orang yang gue tau, anak ini dari GIS karena warna seragamnya yang berbeda, sisanya gue gak tau. Hingga kami pun akhirnya berkumpul dalam satu meja membahas hal-hal aneh yang tentu saja didahului oleh seorang anak berkacamata bernama Cinta. Bagi gue, anak ini benar-benar gak terduga. Belum beberapa jam kenal, dia udah nanya "Lu udah pada nonton Fifty Shades belum?" Dalam hati gue berkata waw, sebuah pendekatan yang sempurna untuk memulai topik. Anehnya, ada yang merespon dengan antusias. Gue lupa siapa. Tapi saat itu ada Hanifia dengan cermin ajaibnya dan Annisa si anak kecil dari GIS. Gue entah kenapa dulu rasanya sangat sungkan meminta nama mereka. Rasanya lidah gw kaku untuk sekadar bertanya "nama lo siapa?" karena topiknya sudah terlalu jauh. Ga mungkin kan gue bilang "Iya nih, gue udah nonton fifty shades kemarin. Emang nama lu siapa?" Aneh.

Maka, siasat lain selain mencuri akta kelahiran mereka masing-masing adalah dengan membaca name tag di baju mereka. Saat itu gw belum tau siapa nama anak 223 yang duduk dibelakang gue. Saat gue lihat name tagnya ternyata namanya "Dinda". Oke lah, sip, mantap, gue akan memanggil dia dengan akrab. Saat gue panggil,

"Din!" Panggil gue.

"Siapa?" tanya si-orang-yang-gue-anggap 'Dinda' bingung.

"Nama lu Dinda kan?" tanya gue lagi (ternyata bisa)

"Dinda nama kakak gue, nama gue Diska" koreksi 'Dinda'

"Loh tapi, ini name tag baju lu tulisannya Dinda" kata gue, menolak salah.

"Iya, ini baju kakak gue" 

HOWASEM, TAU GITU GUE TANYA AJA NAMA LU SIAPA DARI AWAL!

Gue tengsin sih saat itu. Tapi menurut prinsip hidup kepramukaan, tengsin bukan budaya kita. Budaya kita adalah putusin urat malu sampe mampus, dan sekarang gue malu setengah mampus.

Next, di kelas 10 juga, kelas gue pernah membuat acara bakar-bakaran sekelas. Lokasi tempatnya saat itu juga cukup strategis, yaitu di Rumah Cinta. Rumah Cinta terletak di dekat perempatan yang dia sebut sebagai Perempatan Jengkol. Kita sekelas gak tau itu dimana dan Perempatan Jengkol terdengar asing bagi kita semua. Satu-satunya orang yang tau letak keberadaannya hanya Cinta. 

"Kalo gitu share deh dimana Perempatan Jengkol" Ucap salah satu dari anak kelas.

"Cari aja di maps" balas Cinta, jutek.

"Di maps gak ada, lu share dah coba"

"GUE GAK ADA MAPS"

"Di waze?"

"GUE GAK ADA MAPS, GUE GAK ADA WAZE"

Bukannya takut atau merasa bersalah, sekelas malah ketawa ngeliat cinta ngomong begitu. Hingga malamnya, rencana kami hampir gagal karena ada tragedi salah bakar. Bukannya bakar sosis dan daging, yang kita bakar malah Rumah Cinta. Iya betul, kalian gak salah baca. Lagi-lagi gue cuma berucap dalam hati hmm...Sebuah first impression yang baik untuk orang asing gak tau diri ini. Gue gak tau apakah letak rumah yang strategis menguntungkan atau engga, tapi kalau dipikir-pikir lagi, kebakaran itu bisa aja membumihanguskan kampung dukuh dalam satu malam kalau saat itu Maisaan gak melakukan aksi heorik dengan menggebuk-gebukan hoodie nya ke api supaya apinya gak makin membakar motor. Lebih lucunya lagi, Hanifia dengan hebohnya merekam semua kejadian itu sambil bilang "Subhanallah". Dari sini gue kagum, karena refleks orang ternyata serandom itu. Ada yang kalau refleks kena api langsung jauhin tangan dari api. Ada yang kalau kena cahaya tepat dimatanya, dia langung menutupi daerah matanya pakai tangan. Sekarang di depan mata gue, ada orang yang kalau ngalamin suatu tragedi yang bisa aja jadi musibah kalo dilanjutin, tapi dia malah buka hp dan merekam sambil bilang subhanallah seakan-akan itu adalah salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Wow. Salut.

Gue juga masih inget betapa gemesnya Amry waktu Cosplay jadi Joker. Waktu itu lagi demam joker, jadi kita sekelas diminta untuk mengikuti perlombaan yang diselenggarakan di sekolah. Sekelas diminta perwakilan satu orang satu untuk setiap bidang lomba. Harusnya saat hari perlombaan berlangsung, Raihan yang menjadi Joker. Tapi, ternyata orang itu gak masuk sama sekali. Terpaksalah Amry yang menggantikannya. Gue juga heran kenapa anak itu merasa bertanggung-jawab atas kekosongan peran Joker, tapi jujur gue salut banget sama dia. Jadilah dengan barang seadanya, Annisa, Raisha, Rae dan Salwa, menyulap Amry menjadi Joker. Saat itu juga, muncul sebuah tag line "Joker Tambun".

Ada juga cerita tentang anak-anak organisasi yang memiliki dendam kesumat sama angkatan diatasnya. Salah satunya gue. Gue masih mengingat saat kita simulasi menjadi kakak kelas. Kalau Amry suka bilang "SMA itu ada tingkatannya. Kelas 10 kita hewan, kelas 11 kita manusia, nah kelas 12 kita Dewa". Maka dari itu, teman-teman gue suka melakukan simulasi untuk persiapan kalau-kalau mereka mendapat jabatan nanti. Kayak Tania, Danur, Ocha, Athaya, Natasha, Ghatfan, Sheila, dan Wildan sering melakukan hal itu di belakang kelas. Berpura-pura menjadi siapa yang senior siapa yang junior. Setelah gak lama di sinisin sambil dimarah-marahin, biasanya Wildan bakal mengubah gelagatnya menjadi komedi slapstick. Orang ini gue akui benar-benar random. 

Gue juga mau ceritain cerita-cerita yang terjadi baru-baru ini menyangkut Wildan. Kelas 12 akhirnya sekolah lagi setelah 2 tahun kita di rumah. Baru aja masuk di bulan kedua, Wildan udah bikin masalah. Ceritanya, Amry, Wildan dan gue pergi ke kantin. Sepulangnya kami dari kantin, di lantai 3 dekat toilet laki-laki ada Maisaan. Saat kita berpapasan, lagu Indonesia Raya berkumandang juga di koridor. Otomatis kita berempat harusnya diam. Ternyata di ujung koridor alias di depan kelas IPA, ada Pak Dul. Beliau adalah kesiswaan. Entah kesurupan apa, tiba-tiba Wildan melangkah setiap Pak Dul menoleh ke arah kita. "Bokuwa kuci piya semnida (Lirik asli: Mugunghwa kkoci pieot seumnida) kata wildan sambil melangkah dikit-dikit kayak lagi di Squid Game. Hal itu dia lakukan terus sampai masuk ke dalam kelas. Pak Dul di ujung sana cuma geleng-geleng liat Wildan yang udah menghilang entah kemana. Tapi, gak sampai disitu, Pak Dul marahin seisi kelas karena kelakuan Wildan barusan. Ditambah dengan banyak anak yang gak pakai kacu saat itu bikin Pak Dul makin marah. Tapi tetap. Pak Dul hanya bisa menasehati kami dengn "Ya Allah, tobat nak".

Ada juga cerita yang masih hot di bulan ini. Kelas gue entah kenapa punya stigma bagus di mata guru. Mungkin karena teori labelling yang bilang kalau angka 1 adalah angka tertinggi dan terbaik, gue ga tau. Tapi, setiap guru yang dateng ke kelas gue dulu, selalu menanamkan doktrin bahwa IPS 1 adalah kelas terbaik. Tapi, hal itu tiba-tiba dipatahkan dengan satu hari yang gerimis dan mendung yang mendukung untuk tidur. Saat itu Pembelajaran Tatap Muka berlangsung untuk absen 1 sampai 18. Entah angin darimana muncul satu orang di dalam kelas dengan misterius. Orang itu adalah Fuad. Satu-satunya warga IPS 1 yang berani menginjakan kaki di kelas sendirian sampai pulang sedangkan teman-teman lainnya di rumah makan mie pake nasi. Gue, Maisaan, Pak Aris dan Fuad pun melakukan video call untuk menemani Fuad yang sedang sendirian. Satu-satunya alasan yang masuk akal kenapa dia masuk adalah biar dapet uang jajan. Gue menerima itu. Kalau dipikir pakai logika, masih banyak anak ambis lain selain Fuad di kelas. Kalah dibarisin siapa aja yang ambis dari 1 sampai 18 orang itu, nama Fuad mungkin akan terlintas di angka 36. Jadi, temen-temen gue bukan ketawa sama tragedi masuk sendiriannya, mereka malah ngetawain kenapa harus Fuad yang masuk, bukan yang lain. Hari itu juga, guru-guru mulai bercerita bahwa IPS 1 ternyata tidak serajin itu. Ya, memang. 

Lanjut flashback lagi saat kelas 10, gue masih ingat juga betapa paniknya gue saat Friesca sakit. Gue takut saat itu dan bingung. "Kok orang-orang gak ada yang melakukan apa-apa? Halo? Ada orang disana?" batin gue. Gue sendiri juga bingung, harus melakukan pertolongan apa pada orang yang sakit. Hingga seseorang menenangkan gue bahwa hal itu sudah biasa terjadi. Walaupun dibilang gak apa-apa tapi ya menurut lo? 

Waktu itu kalau dipikir-pikir lagi, kok bisa ya kelas 10 kita tidur-tiduran setiap siang. Sambil memutar lagu kebangsaan kita yaitu lagu Tulus dan beberapa request dari teman-teman sekelas. Gak jarang kadang audio kita bakal beradu dengan Friesca yang lagi memutar lagu K-Pop dengan Hana, Putri, Naura, dan Suhaila. Kalau udah begitu, yaudah tidur aja. Emang mau ngapain lagi? Kami saling menghargai selera musik masing-masing. Walau gak sekali dua kali jokes 'plastik' bertebaran di kelas, tapi hal itu gak menjadikan seisi kelas berubah menjadi perang bubat. Engga.

Dulu, Fuad sering banget buat dengerin lagu sambil joget gak jelas. Padahal lagu Tulus bukan lagu dangdut. Ya walapun 'Hati-Hati di Jalan' sekarang udah ada koplonya, tapi dulu dia sering banget joget di lagu-lagu kayak Cahaya, Tergila-Gila, atau bahkan Sewindu yang gak seru sama sekali buat di jogetin. Sedangkan yang lain tidur di lantai. Seakan gak ada perbedaan gender disini, ya kita tiduran aja bareng. Sekat antara batas tidur perempuan dan laki-laki cuma jarak lantai yang kurang lebih 10 cm. Mungkin kalau ditanya, apa yang mau gue ulang di SMA ya cuma tidur siang di kelas aja sih. 

Tapi gue juga memiliki banyak rival disini wkwkwk... Mungkin beberapa dari mereka gak sadar, tapi gue sendiri yang menjadikan mereka rival. Gue sih baik baik aja sama mereka, gak ngajak perang dingin atau ngadu tinju di Holywings, tapi yang jelas gue selalu punya semangat untuk mengalahkan nilai Andini, Ratna, dan Adit. 3 orang itu emang jarang terlihat bareng sama gue, istilahnya kita berkumpul demi kepentingan masing-masing aja wkwkwkw.... 

Gue juga sempat mendengar cerita kalau Bela pernah marah-marahin satpam waktu lagi di pasar. Gue saat mendengar itu langsung ketawa. 

"Kok bisa?'

"Iya, bener-bener di tarik satpamnya"

"Emang kenapa? Kok sampe marah-marah?"

"Satpamnya lama, ditungguin dari tadi mau wawancara"

"AOAWKOKOWKW"

Buat yang gak tau, sebenarnya di kelas ini Bela, Desita, Fuad, dan Kayla  adalah teman satu SMP gue. Tapi karena di SMP juga gue rada kurang dekat dengan mereka, jadilah kami 5 orang yang asing. Bela sendiri juga yang mengumpulkan 'kelompok belajar' yang diberi nama The Patriarkis karena Bu Sari, guru ekonomi kita sering salah menyebut nama gue sebagai Patriani. Entah kenapa jadi Patriarkis juga gue gak tau, intinya itu. Berkumpulah kami berenam yang berisikan Bela, Danur, Athaya, Izza, Diska, dan Gue. Kalo gue pribadi menganggap grup itu sebagai grup catering. Ya karena kegiatannya masak-masak terus. Mungkin di masa depan, kalau gue gagal sukses, gue bakalan mengumpulkan ke 5 orang diatas untuk membuat PT Moody Foody yang asli dengan menu andalan Surakuba (Jamu beras kencur), Corndog (Taulah ini apa, artiin sendiri) >:( , dan Cwrapped (Crab Rangoon). Sebenarnya bukan cuma makanan, The Patriarkis mirip-mirip sama Shelby Company yang punya banyak cabang dan punya banyak keahlian dari tiap masing-masing anggotanya. Kalau mau sombong juga, isinya adalah perwakilan tetinggi ekskul masing-masing. Tapi jangan deh, sombong.

Terkadang juga kalau diharuskan cuma punya 4 orang dalam satu kelompok, kita bakalan misah dan Bela bakalan ikut buat bareng sama Amry dan Maisaan sedangkan Athaya, Danur, Adis, dan Izza akan ada dalam satu kelompok. Atau ada kalanya gue harus sekelompok dengan absen akhir kayak Sheila, Yugo, Salwa, Suhaila, dan Ratna. 

Jangan lupa juga dengan bundahara galak kita, Ibu Putri karena selama 3 tahun masa SMA gw dihantui dengan tagihan uang kas yang bertumpuk. Bahkan, udah mau lulus aja uang kas gue masih ada 15 ribu yang belum mau gue lunasin karena prinsip ekonomi berkata "lebih baik makan mie ayam daripada bayar kas". Tapi, prinsip ekonomi gue selalu patah dengan hadirnya Putri dalam hidup. Dia akan selalu hadir mengingatkan di grup kelas, dengan bahasanya yang cool dan singkat dan bahkan perlu penerjemah saking singkatnya. Big respect buat Hana yang bisa terjemahin dengan cepat, tepat, dan sempurna. 

Oh satu lagi. Maurel. Gue gak tau berapa kali gue berinteraksi dengan dia dan hal ini mungkin bisa dihitung dengan hitungan jari dari gue kelas 10 sampai kelas 12, tapi gue selalu dibuat kaget setiap dia tampil di publik. Kayak gue baru-baru ini menggagumi keekspresifan dia dalam bermusikalisasi. Walaupun kita jarang interaksi, tapi tetap Maurel adalah salah satu hidden gems yang IPS 1 punya. Sama kayak Yugo. Walaupun Yugo selalu diam di kelas, tapi bukan berarti dia benar-benar begitu. Semua urusan komputerisasi ada di genggamannya. Gue gak kaget juga kalau tiba-tiba satelit Nasa ada di atas Al-Hawi karena itu bisa jadi kelakuannya Yugo. Wkwkwk hiperbola abis.

Oh iya, kalian masih inget ga sih waktu Demas dan Balqis pindah ke IPA yang ditukar saat itu sama Indah dan Raihan? Waktu itu juga Fatya pindah sekolah sebelah. Waktu itu gue yang bohong mau pindah ke IPA. Anak-anak udah mulai mengancam, tapi pas pengumuman beneran, malah gue ikut kaget karena yang pindah adalah teman gue sendiri. Yang satu bunda-bunda yang ngomong mulu kalau lagi jam pelajaran, yang satu lagi punya siasat buat bunuh dajjal. Gue gak paham lagi lah. Datanglah Indah dan Raihan ke kelas gue yang diam-diam punya semangat IPS, tapi gak tau kalau Raihan.

Gue masih salut dengan banyak hal yang udah terjadi. Kayak contohnya wali kelas gue yang sekarang. Menurut gue, Pak Aris itu sejenis dengan anak IPS 1. Gue gak paham lagi tiba-tiba doi nanya "Pito, tau film Anunnaki ga?" Entah gue mau menjawab apa. Gue tau filmnya, tapi maksud gue, guru mana yang nanyain film yang terlarang diputar di bumi ini sama anak muridnya? Ya gapapa sih, tapi maksud gue random aja. Belum lagi dengan gue yang suka baca buku mengenai isu-isu perempuan, jadi Pak Aris ini pengen minjem. Gue ketar-ketir awalnya saat tau doi mau baca. Ya emang yang harusnya ga baca sih gue, karena buku Cantik Itu Luka hanya untuk 21 tahun ke atas. Tapi maksud gue... Ngerti ga sih? Akhirnya dengan berat hati gue bersedia meminjamkan buku Cantik Itu Luka. Tapi ya, bukannya berakhir disita, buku gue malah mau dibayarin. Ini sih namanya disita dengan gaya. Gak gak... Pak Aris emang belum selesai baca bukunya guys, jadi daripada gue lulus bukunya belum selesai mending buku nya dibeli dan gue beli lagi, gitu.

Masih ada lagi dengan guru sosiologi gue, kita sebut saja Bu Tina. Emang namanya Bu Tina sih, tapi sebut aja begitu. Bu Tina juga salah satu guru sosio asik menurut gue. Entah kenapa gue juga mencium bau khas IPS 1 di darah Bu Tina. Kayak contohnya lagi belajar sosiologi, tiba-tiba kita jadi nonton film horor. Gue masih inget banget waktu gue bawa flashdisk isi film dan Bu Tina mau ngecopy filmnya. Gue cuma terheran-heran dengan kerandoman warga 62. Belum lagi dulu waktu kelas 10 ada Pak Pangab sebagai pengganti Bu Lara guru ekonomi gue. Entah kenapa gue merasa Pak Pangab setiap menerangkan gayanya kayak lagi presentasi buat meyakinkan calon investor kalau sabun buatannya bakalan meledak di pasaran. Maksudnya, gue yang bukan investor aja tertarik dengerin doi, apalagi kalau investor. 

Sebenarnya masih banyak banget cerita-cerita yang belum gue tulis disini...

Ini masih cerita kelas loh, gue belum cerita organisasi ataupun teman di luar organisasi. Tapi, kali ini gue khususkan cerita diatas untuk teman-teman sekelas gue. Yang mau menemani gue selama 3 tahun penuh. Yang selalu menjawab kalo pertanyaan random gue muncul. Kayak kalau di kelas lagi muter musik, tiba-tiba gue mendengar lagu yang asik. Gue suka lagunya tapi gak tau judulnya, alhasil gue akan bertanya pada mereka yang tau dan dengan sabar mereka menjawab pertanyaan gue tadi dengan judul lagu yang gue maksud.

Kalau dipikir-pikir lagi, kenapa juga semuanya bisa berjalan lancar. Seakan gak pernah ada hambatan atau kendala dalam kelas yang begitu ramainya orang dengan berbagai macam kepribadian. Gue merasa bahwa kelas gue adalah kelas paling damai. Awalnya, gue merasa bahwa kelas IPS 1 adalah kelas  yang bukan untuk ditinggali. Mengingat tingginya persaingan, tipisnya nilai yang kalau lu turun dikit ya turun mampus, dan warga-warga yang kompetitif (untuk beberapa orang termasuk gue). Gue merasa kayaknya kelas ini tidak ditadirkan untuk gue yang santai. Tapi lama-lama mereka membentuk gue menjadi pribadi yang lebih kompetitif. Sekarang prinsip gue udah bukan lagi ngikutin alur, tapi lebih ke "Seenggaknya gue harus lebih bagus dari dia" Wkwkwkwkwk...

Gue juga merasa aneh sama teman-teman gue. Di Instagram gue, banyak banget highlight alias sorotan yang menampilkan aktivitas anak-anak kelas. Dulu, kalau gue lagi videoin momen, ada aja orang yang bilang "Konten" "Huuu dasar bocah konten" sekarang gue malah didukung buat konten aowkowkw...  Gapapa, highlight itu memang gue tujukan untuk itu. Untuk melihat kembali kebelakang apa aja yang udah kita laluin. Gue gak akan menghapus video-video itu. Karena video itu memang gue dedikasikan untuk kita yang udah gak lagi bareng. Seenggaknya kalo kita ngumpul lagi, gak bakalan ada topik yang kosong, gak bakalan ada lagi awkward atau kecanggungan yang gak berarti. Kita masih bisa mengingat beberapa hal itu melalui video-video atau foto-foto yang udah terkumpul. Gue gak tau apa kita bakalan bisa kumpul lagi atau engga, tapi tolong jangan sungkan buat muncul di grup. 

Nantinya bakalan ada banyak hal baru dan cerita-cerita baru yang gak pernah sabar buat gue nanti. Begitupun juga kalian. Banyak hal-hal yang bisa kalian ceritain dan tentunya akan gue tunggu. Entah sesimpel kabar atau bagaimana hari lo. Gue tau ini rasanya agak aneh, tapi ini juga bukan salam perpisahan dari gue. 

Tujuan gue menulis ini adalah karena gue gak mau sebuah cerita hanya bisa untuk dilupa. 

Jadi, semangat buat semua cita-cita yang bakalan kalian raih. Gue berdoa supaya apa yang kalian inginkan bisa kalian wujudkan. Kalau belum terwujud pun, jangan sakit hati dulu. Gue yakin kalian bisa dapetin apapun itu, kalau engga pun, percaya aja ada hal baik yang lagi nunggu. Gue harap kalian tetap bahagia entah dimanapun kalian berada. 

Sc: Pinterest


💕

Komentar

Posting Komentar

Ê• •á´¥•Ê”