Day 23: Piercing/Tatto's
Sebenarnya hal ini bukan menjadi suatu pilihan yang membingungkan buat gue. Setelah gue mengalami vaksin terakhir kali dan masih ngerasain banget cenat-cenut nya vaksin dan betapa dramatisnya proses penyuntikan yang sebenarnya gak sakit-sakit amat sih, tapi kalau disuruh untuk vaksin ketiga, gue gak yakin gue akan dengan berani maju ke meja vaksinasi dengan percaya diri dan menggulung lengan baju gue sambil bilang ke dokternya,
"Suntik disini Pak/Bu dokter. Saya gak takut!"
"Pit, vaksin bisa gak sih, diminum aja?"
"Kalo bisa diminum juga gue mau"
"Lu gak takut, apa?"
"Itu makanya gue mau minum bareng lu biar kita mati sama-sama."
Jadi, sudah pasti gue memilih piercing,
Sebagai orang yang cemen, tentu saja piercing menjadi salah satu hal yang akan gue lakukan, mengingat lubang anting gue sudah tertutup. Sebenarnya gue juga masih bingung, kenapa perempuan harus pakai anting. Oke, boleh bilang ilmu agama gue kurang, Tapi maksud gue, emang salah juga sama perempuan yang gak mau pakai anting?
Alasan gue gak mau pakai anting lagi ya karena gue merasa ribet karena gue dulu pecicilan dan kesangkut baju terus. Atau kalau material antingnya gak sesuai sama gue, gue rentan alergi juga (mungkin sebenarnya alergi dingin gue kambuh tapi sampai ke bagian telinga, nyiksa asli). Itulah alasan gue gak pernah pakai aksesoris. Kulit yang aneh.
Tapi ini bukan berarti gue gak mau make ya, gue kadang suka kok pake aksesoris kayak bracelet dengan bahan tali, karena itu lebih comfy aja daripada emas, berlian, topaz, atau semacamnya. Buat gue aksesoris gak berlebihan enak aja diliat.
Jadi, piercing menjadi satu-satunya tingkat keberanian gue paling tinggi walaupun gue hanya akan menindik lubang telinga gue yang sudah tertutup. Gue gak berani kalau selain itu. Toleransi buat rasa sakit gue bener-bener rendah. Gue ngiris lemon pakai pisau lalu jari gue berdarah aja langsung males kalau disuruh motong-motong. Cemen. Gue gak tau kalau gak ada anastesi di dunia ini, nasib gue kayak gimana. Entahlah, gue berharap melahirkan benar-benar gak semenyakitkan yang ibu-ibu ceritakan kalau lagi ngumpul. Semoga gue bisa melahirkan segampang buang air besar. Amin.
Kalau ditanya, kenapa gue takut tato? Sebenarnya gue masih belum menemukan alasannya selain karena gue yang cemen. Gue juga masih gak tau alasan dan untuk apa orang mentato tubuhnya. Seni? Estetika? Kenangan? Gue gak masalah sama orang bertato asal itu bukan gue. Oh mungkin dalam agama juga dilarang, makanya gue gak akan bisa menato tubuh gue seumur hidup. Belum lagi dengan komentar negatif orang tentang perempuan bertato. Emang paling bener tubuh gue begini aja lah, jangan diapa-apain.
Ya begitulah. Gausah disuruh buat tato atau menindik bagian tubuh gue, gue nyatok aja takut rambut gue kebakar. :(
Komentar
Posting Komentar