Day 1: Explain your blog's name

Hello...
Wkwkwkwkkw mungkin agak sedikit awkward ya karena baru pertama kali gue nulis untuk publik. Orang-orang mungkin kayak "Dih, lo siapa deh, ga penting banget." Gue gak bisa menyangkal bahwa tulisan ini dan dalam 30 hari kedepannya blog ini bakal jadi penting, sih. Tapi, seenggaknya gue bisa menyibukan diri aja disini. Menulis sesuka hati daripada dipendam di diary gue yang cuma gue sendiri yang baca. So, buat gue menulis adalah setengah bagian dari hidup gue (lebay). Tapi serius deh, makanya gue seneng banget challenge ini muncul. Karena dengan begitu, gue bisa membagi semua yang ada di kepala gue ga cuma ke diary lagi, tapi juga ke publik dan semua orang bisa baca yeaaay! Ngomong-ngomong, harusnya gue nulis ini dengan bahasa inggris, tapi karena gue ga berlangganan grammarly, jadi gue bakal konsisten nulis pakai bahasa indonesia sampai akhir. 

Sebelum kita cerita-cerita ke topik yang setengah serius, izinkan gue membagikan cerita awal gue pengen banget buat blog. 
Awalnya, ada keinginan terpendam sejak gue SMP. Kenapa ya, orang bisa bikin cerita yang menarik dan menghibur? Padahal kan itu cuma sekadar tulisan? Gue membatin sendiri sama orang-orang kayak Kevin Anggara dan Raditya Dika yang sukses dalam mengembangkan blog mereka. Gue juga menulis, tapi ga pernah gue publikasikan. Sekalinya dipublik paling karya puisi gue yang mentok juga di publis di akun resmi 11.11 di line. Buat yang gak tau, akun 11.11 adalah akun resmi yang suka mempublikasi karya puisi adders-nya. Hingga semua keinginan gue harus teralihkan dengan kesibukan lain kayak kesibukan sekolah dan ekstrakurikuler yang ga main-main capeknya. Hingga gue mulai menanjak ke bangku SMA, kesibukan dan penat pasti bertambah, apalagi ditambah dengan keadaan sosial yang memaksa gue untuk menjadi ceria alih-alih gue orang yang pendiem dan pemalu. Kaget kan lu?

Hal ini membuat diary gue semakin penuh, tipis, dan tak terurus saking banyaknya. Mungkin juga banyak hal yang lupa gue tulis di situ karena capek dan emang di dalam sana,  gue sengaja ga mau menulis tentang kejadian buruk. Tapi karena hidup gue seakan banyak buruknya, gue terpaksa memparafrase cerita buruk itu menjadi sebuah karya puisi. Walaupun kadang kalau gue baca ulang, gue akan lupa "loh ini kelakuan jelek siapa lagi yang gue tulis?" Begitulah adanya, sampai nafsu untuk menulis terus menggerogoti gue. Gue selalu menumbalkan baterai laptop gue dalam keadaan menyala tanpa gue yang berbuat apa-apa. Hingga pikiran ini sekelebat lewat, kalau ga bisa bikin blog tentang kehidupan lu, mending review buku aja di GoodReads. 

GoodReads menjadi awal gue masuk dalam dunia tulis menulis ini. Walau belum banyak buku yang gue review, tapi setidaknya hal itu menambah keberanian gue untuk menulis tulisan tanpa terikat aturan kayak puisi. Belum sampai disini, teman gue tiba-tiba mengajak gue untuk mengikuti lomba bisnis dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Dengan begitu, hadirlah blog pertama gue yang berjudul ecologinc. Salah banget sih emang dari awal mau bikin bisnis di blog. Setelah lombanya selesai dan kalian pasti tau kalau gue ga jadi pemenangnya, gue tetap ga mau menghapus tulisan di dalam ecologinc. Gue cuma mau blog itu jadi saksi bisu kalau gue pernah setidaknya sekali seumur hidup berniat dalam mengikuti lomba (biasanya berserah diri aja pada yang maha kuasa). 

Setelah lomba berakhir juga, gue merasakan kekosongan. Gue tetap menulis di diary, tapi gue selalu memikirkan nasib blog gue yang ada tapi ga diteruskan. Gue belum punya pembaca setia sih, tapi entah kenapa gue seakan peduli dengan nasib blog gue kedepannya. Untuk alasannya, jangan tanya kenapa karena jujur, gue juga gak tau. Untuk mengalihkan perasaan kosong itu, tentu saja gue scrolling Twitter hehehe... Terjebaklah gue dalam tweet Kevin Anggara yang lagi ngelakuin #30DayWritingChallenge. Doi udah ada di hari ke 27 yang berarti dalam 3 hari lagi bakal lanjut scrolling twitter semaleman saking gabutnya gatau ngapain. Gak gak...Itu gue.  


Penasaran dong gue, ingin mencari si hastag yang kayaknya menarik nih buat dicoba. Gak akan disuruh sit up, push up, atau kayang dalam 30 hari kok. Jadi, gue merasa mampu untuk mencobanya, Let's go! 
Dimulai dari hari pertama ini. Karena gue telat tau tantangannya di tanggal 5, jadi gue akan mencobanya keesokan hari di tanggal 6. Disini gue diminta untuk menjelaskan apa dan kenapa nama blog gue ipitooo.blogspot.com. Sebenarnya balik lagi ke akun sosial media gue. Menurut gue nama gue kurang menarik untuk dibuat jadi personal branding. Awalnya banget nama akun instagram gue Pitrrn. Ga kreatif aja, cuma singkatan dan ga membekas di otak gue sama sekali. Lanjut lagi ke stftrns. Dibaca apa nih? es-te-ef-te-er-en-es? steferens? shut the f-? estetik sih, tapi temen-temen gue kesulitan mencari username instagram gue sehingga bergantilah menjadi pitot. Kok pitot? Dulu, saat gue SMP, gue diminta oleh pelatih sekaligus alumni pramuka gue meminjam tenda di grup alumni. Gue sebagai bocah SMP yang ngomong sama orang dewasa aja gagap meminta saran, baiknya gue berkata bagaimana?

"Ngomong apaan kak?"
"Ngomong aja, misi minjem tenda dong"
"Oke sip."

Tanpa ba bi bu lagi, gue benar-benar menyalin apa saran si kakak pelatih ini ke grup yang isinya orang-orang dewasa sekaligus alumni pramuka yang sama sekali ga gue kenal. Dipikir-pikir, nyali gue besar juga, padahal kapan-kapan mereka reuninan, gue bisa jadi ayam geprek. Pikiran menarik pesan pun urung karena dalam waktu sekejap sudah ada yang membalas.

"Tenda apa tuh?"
"Tenda dome kak buat kemah"
"Oh, gak ada, lain kali pakai salam ya"

Saat itu gue sadar, gue lebih baik berkamuflase dan menyamar menjadi laki-laki. Daripada nama gue jadi bahan pergunjingan di angkatan mereka, dan gue masih mau melihat matahari terbit esok hari. Maka Pito pun menjadi pilihan tepat. Walau gue ga yakin, username gue Pit pun, apakah mereka masih berpikir gue perempuan? Hingga esoknya, saat kegiatan gue selalu dipinggil Pito atau Kak Pito, yang paling ga jelas Pitot. Asumsikan sendiri lah, gue udah males neranginnya. 

Oke, back to instagram. Tapi, nama Pitot sendiri menjadi bumerang untuk gue. Terbukti saat gue mencoba untuk mem-follow akun kakak kelas bersamaan dengan teman-teman lain, tapi hanya gue yang ga di follback. Gue enggan mengganti username gue hanya demi di follback. Harga diri gue benar-benar di pertaruhkan disini. Apa-apaan. Gue mulai uring-uringan. Gak bisa tidur dan memikirkan apakah nama pitot terlalu vulgar untuk sekadar di follback? Tapi gue benci atas kesombongan teman-teman gue. Maka, baiklah, ayo ganti nama dan follow lagi. Terkejutnya saat gue follow lagi dengan nama yang baru, doi langsung follback gue. Sial. Tapi, setelahnya, dia gue unfollow HAHAHA.

Jadi, itulah alasan gue menamakan akun sosial media dengan Ipit.o. Walau masih ada juga yang belum gue ganti seperti pitrrn, stftrns, dan pit_r. Ya emang kurang kreatif, gue ga ada sambungan kalimat apalagi sambungan ayat al-quran di dalamnya. Masyaallah. 

Itulah akhir cerita dari nama blog gue, makasih banyak udah mau baca sampai akhir. Gue gatau ini menghibur atau engga, tapi yang jelas gue bisa membagikan kisah yang seharusnya gue tulis di diary tapi ga jadi karena malu banget ya ampun. Masa hanya dengan seonggok follback gue bisa-bisanya mengubah username instagram gue. Ibarat negara, instagram gue udah ga punya kedaulatan.

Sekali lagi, makasih banyak and have a nice day!💓



 

Komentar

Posting Komentar

Ê• •á´¥•Ê”