Day 29: What Makes You Feel Better?

Ah... Halo gengs, balik lagi sama gue, Ipit. Si salah satu penantang tantangan 30 hari menulis blog yang sebentar lagi tantangannya akan accomplished. Kalo ditanya, apa sih kesulitan menulis blog? Gue bakal jawab yaitu pengembangan ceritanya. Gue respect banget sama orang-orang yang sukses dalam blog mereka. Jujur tadinya gue iri, tapi gue akhirnya tau kalau menulis blog itu gak gampang. Menulis adalah sesuatu hal yang gak mudah. Bukan cuma blog, tapi artikel, berita, dan segala macam media baca yang selama ini kita nikmati gak semudah itu untuk di tulis, ketik, dan selesai. 

Gue pikir awalnya, gak bakalan ada yang membaca blog gue. Gue awalnya memang meniatkan tulisan gue hanya untuk konsumsi pribadi semata. Tapi, hal itu gue urungkan. Gue merasa bahwa gak ada bedanya dong, antara gue menulis blog dengan menulis diary? Diary gue memang konsumsi pribadi, tapi blog gue harus gue gunakan untuk pembaca. Masalahnya, memang ada yang baca?

Hal itu selalu melekat di kepala gue setiap gue mau menulis. Ketakutan bahwa gak ada orang lain yang peduli akan cerita-cerita gue atau sekadar numpang lewat dan melewatinya gitu aja karena gue bukan siapa-siapa di dunia ini. Tapi, gue salah. Gue udah pernah belajar mengenai pemasaran sebelumnya. Media sosial membuat tulisan gue mencapai luasnya pasar dan ikut bersaing dengan para penantang 30 hari menulis blog lainnya. Tapi, persaingan itu bukan berarti membuat tulisan gue tidak terpilih dan diabaikan, gue baru sadar bahwa selain tagar, teman-teman gue sendiri juga berpengaruh di dalamnya. Gue selalu mengaku bahwa gue gak pernah bisa untuk bercerita face-to-face secara gamblang dan eksplisit. Tapi, dengan menulis gue merasa bahwa gue sedang bercerita dan teman-teman gue sedang mendengarkan gue. 

Karena gue akan mengakhiri tulisan gue esok hari, gue merasa sedih sekaligus senang.

Sedih karena tentu saja gue akan sibuk mencari ide untuk menulis dan orang-orang lambat laun akan melupakan tulisan gue dan guenya karena blog gue akan gue diamkan dalam waktu yang lama. Senangnya karena gue bangga akan tercapainya tujuan gue untuk menulis blog, yaitu untuk menjadi terbuka.

Kalau ditanya juga, apa yang membuat gue merasa lebih baik selain mendengar lagunya Better dari Jeremy Passion?

Jawabannya adalah teman.

Ketika gue sedang dalam keadaan yang tidak baik, gue akan selalu mencari teman. Gue gak pernah bilang bahwa gue lagi kenapa-kenapa. Gue males kalau orang khawatir. Menurut gue, dengan kita ngobrol dan ketawa bareng aja udah menjadi sebuah penyembuhan terbaik untuk rasa sakit yang gue rasain. Ibaratnya teman bagi gue adalah painkiller

Mungkin beberapa orang juga mempertanyakan loyalitas gue karena arah pertemanan gue gak jelas. Memang. Dalam kamus gue, kasta tertinggi itu ada di teman. Bukan sahabat. Ketika bersahabat, gue gak mau berharap lebih pada seseorang yang bahkan bisa jadi tidak menganggap gue penting. Maka dari itu, gue mencari aman dengan hanya berteman. Hal itu cukup untuk seorang bocah yang capek bergaul kayak gue. Gue juga gak mau berhubungan dengan masalah pribadi orang lain yang terlalu dalam. Karena gue gak mau bercerita lebih dalam juga ke orang lain tentang masalah pribadi gue.

Tapi ya, kadang kesalahpahaman selalu terjadi juga di antara teman-teman gue. Absennya gue dalam suatu perkumpulan selalu dianggap bahwa gue bukan lagi bagian dari situ. Nyatanya, engga. Terserah sih kalau perkumpulan itu gak menganggap gue bukan bagian lagi dari mereka, tapi buat gue, gue akan selamanya menjadi teman mereka walau gue gak pernah lagi hadir.

Jadi, buat gue berteman tuh kayak Hindia aja. Secukupnya.

Kedua, gue selalu merasa lebih baik ketika gue mendengarkan lagu.

Terkadang, teman juga gak pernah bisa selalu ada di saat-saat genting. Jadi, gue lebih memilih untuk mendengarkan lagu. Tergantung mood juga, kalau gue sedih kadang gue mau untuk mendengar lagu sedih atau ketika gue sedih gue malah party, itu semua tergantung gue maunya apa. Random emang.

Mendengarkan lagu membuat gue merasa bahwa dari sesuatu hal buruk yang gue alami setidaknya gue masih bisa bernyanyi. Setidaknya gue masih bisa menunggu orang yang gue sebenarnya gak kenal siapa untuk menciptakan lagu dengan vibes yang sama. Setidaknya. Selalu setidaknya walau gue gak tau, apa benar kata setidaknya menjadi suatu alasan untuk menunggu? Entahlah, intinya setiap gue mendengarkan lagu, perasaan gue seperti kembali diperbarui aja.

Selain dua hal diatas, biasanya gue akan merasa lebih baik ketika makan coklat. Hal ini menjadi santapan wajib untuk gue ketika gue ada di masa-masa mendekati bulan berdarah. Gue gak paham ya, apa ini toxic atau bukan. Puncaknya saat gue kelas 11. Bisa setiap minggu gue moody-an bahkan sampai nangis. Gue selalu merasa bahwa gue sudah mendekati bulannya. Tapi ternyata engga. Ketika itu, yang gue lakukan hanya ke minimarket terdekat dan membeli beberapa batang coklat untuk gue makan sendiri. Hasilnya ampuh. 

Entah ada penelitian di luar tentang coklat yang bisa meningkatkan mood atau engga, tapi buat gue pribadi, coklat adalah makanan paling ampuh untuk mengembalikan semangat gue yang terkuras mampus.

Wkwkwk... Panjang-panjang gue nulis, yang gue sebutkan sesuai tema hanya 3 hal aja. Tapi serius, sesuatu seperti teman, coklat, dan musik adalah hal yang paling membuat gue cepat pulih dari keadaan buruk. Gue merasa bahwa gue layak memberikan apresiasi penuh pada 3 hal diatas melalui penghargaan berbentuk piala gocengan. Tapi, siapa juga musisi yang mau menerima piala goceng gue? Sekelas Gallant mungkin langsung laporin gue ke polisi pas tau gue mau kasih doi piala warna emas yang gampang karatan. 

Huhuhuh, tapi makasih banyak buat yang udah mau membaca topik yang masih gue akui aneh untuk gue tulis kali ini. Semoga hal yang membuat gue lebih baik juga bisa membuat orang lain membaik. Atau kalau perlu tatanan dunia membaik karena teman, musik, dan coklat. Who know's?

Sc: Pinterest


Komentar

Ê• •á´¥•Ê”