Peringatan Darurat

Alerta Alerta!

Indonesia sedang tidak baik-baik saja!

Mungkin beberapa dari kita ada yang bingung dan gak paham sama apa yang terjadi dengan kondisi saat ini. But, listen to me, apa yang terjadi hari ini akan berdampak untuk kehidupan kita kini dan nanti. So, gue bakalan jelasin kejadian yang tiba-tiba terjadi menggunakan bahasa sebayi mungkin.

Di tanggal 21 Agustus 2024 kemarin, telah diadakan rapat DPR yang membahas soal RUU Pilkada. Isinya berupa perubahan yang mengharuskan kita untuk waspada agar kemunculan politik dinasti keluarga bapak Joko Widodo tidak terjadi.

Kenapa gue bisa bilang begitu?

Karena dihasil rapatnya tertulis jelas mengenai aturan baru soal batas umur calon kepala daerah. Menurut UU No.10/2016 tentang Pilkada, batas usia paling rendah calon gubernur adalah 30 tahun. Dalam putusan MK, batas usia minimum calon gubernur juga 30 tahun, tapi 30 tahunnya waktu ditetapkan oleh KPU saat masih menjadi calon gubernur, bukan saat dilantik. Nah, putusan MK tadilah yang ingin dirubah oleh DPR menjadi "Batas minimal 30 tahun, saat dilantik" Gimana? Beda banget kan?

Sebenarnya terdapat 2 lagi perbedaan antara putusan MK dengan DPR, yaitu ambang batas pencalonan (threshold) yang menurut putusan MK (20 Agustus 2024) harus didasarkan pada jumlah penduduk, yang berarti seseorang bisa saja mencalonkan diri menjadi kepala negara secara independen atau dari non partai. Sementara keputusan dari DPR sendiri, mereka mempertahankan ambang batas 20 persen kursi DPRD alias 25% suara sah. 

Keputusan DPR sendiri tentu sangat berbeda jauh dengan keputusan MK. Bahkan, MK-pun gak setuju dengan aturan tersebut karena tidak mengikuti keputusan MA, padahal yang dimaksud MA itu cuma soal peraturan KPU, bukan UU Pilkada.

MK maunya sesuai aturan 'Kalau mau jadi gubernur, ya minimal harus udah 30 tahun dulu, baru nyalonin'

Nah, tapi, kenapa cuma dibagian batas umur gubernur aja yang kita highlight? Karena anak bungsu Pak Jokowi, yaitu Kaesang umurnya masih 29 sekarang ini, jadi gak bisa dong kalau mau naik jadi gubernur. Makanya, rapat akhirnya dibuat untuk mengubah aturan agar Kaesang nantinya bisa jadi Gubernur.

Gimana? Keren gak skenarionya? Keren dong! Siapa dulu yang buat?

Lanjut, kalau semisal aturan ini jadi disahkan, maka Kaesang bisa aja jadi gubernur karena umurnya baru dihitung saat pelantikan, bukan saat pendaftaran. 

Ini semua masih ada sangkut pautnya dengan pemilihan presiden kemarin.

Kalau umur Kaesang masih kurang, dia gak akan bisa mengikuti jejak dari kakaknya, Gibran, yang kemarin lolos menjadi calon presiden periode 2024-2029 melalui campur tangan pamannya sendiri, Anwar Usman, yang dulu sempat menjadi Mahkamah Konstitusi (MK).

Nah, lucunya lagi, setelah Anwar Usman diberhentikan, ada rencana untuk mengubah ketua MK menjadi Pak Suharyoto, beliau memang sudah dikenal integritasnya dalam dunia perhakiman, tapiiii Pak Anwar jelas gak terima dan gak mau posisinya diambil. Jadi, ia menggugat Pak Suharyoto ke pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan menang. Hihi...

Tapi tenang saudara-saudara...

Sewaktu ada ajuan banding, Pak Suharyoto ini menang. Sekarang, Pak Suharyoto menjadi ketua MK didampingi oleh Pak Saldi Isra yang sama vokalnya menolak politik dinasti ini. 

Sampai sini paham kan, kenapa DPR mau mengubah aturan?

Lanjut ke Threshold yang mungkin agak asing ditelinga kita semua. Tapi sebelum itu, kita bahas dulu ringkasan permasalahannya,

PKS awalnya ingin  mencalonkan Anies Baswedan dan Sohibul Iman (Jakarta Aman). Seperti yang kita ketahui bahwa elektabilitas Anies ini bukan main dan paling tinggi. Tapi, masalahnya adalah, perlu threshold 20% untuk bisa mencalonkan diri menjadi gubernur. Mereka jadi perlu untuk mencari partai koalisi agar bisa memenuhi syarat threshold tadi.

Partai koalisi tadinya sama seperti pilpres kemarin, ada PKB, PKS, dan Nasdem. Tapiii.... Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang didirikan oleh Prabowo Subianto mengajak PKB, PKS, dan Nasdem tadi untuk masuk ke koalisi mereka. Menurut berita yang beredar sih kenapa 3 partai itu mau join karena,

Nasdem dikasih ancaman kasus, Cak iminnya PKB diancam lengser melalui konflik PKB-PBNU, lalu PKS ditawari posisi yang udah jelas pasti wakil gubernur.

Kemudian PKS tiba-tiba mengganti calon gubernur menjadi Ridwan Kamil dan Suswono dengan koalisi mencapai 12 partai.

Segitunya? Segitunya.

Nah, ada lagi yang smell fishy

Saat situasi lagi damai-damainya, tiba-tiba ada calon independen yaitu Dharma Pongrekun dan Kun Wardana yang tiba-tiba mencatut KTP warga DKI Jakarta. Mereka mengumpulkan data curian untuk mendukung nama mereka sendiri. Bahkan, anaknya Anies Baswedan sampai dicatut untuk mendukung mereka. Akhirnya, banyak warga yang protes karena pencurian data tersebut ke polisi, tapi anehnya polisi angkat tangan dan bilang ini bukan urusan mereka, tapi ini menjadi tanggung jawab Bawaslu karena menyangkut Pilkada. Padahal, kasus pencurian data termasuk tindak pidana umum. Polisi dan Bawaslu harusnya bisa menangani kasus ini bersama-sama. 

Yang makin aneh adalah, KPU tetap menetapkan calon independen yang problematik ini untuk menjadi calon gubernur.

Nah, lanjut ke hari ini. Situasi yang krusial ini gak bisa membuat rakyat Indonesia diam saja. Agendanya, hari ini tepat pukul 10 pagi tadi, seharusnya RUU yang dibuat secepat kilat itu disahkan. Tapi, tiba-tiba juga pengesahannya diundur. Mungkin mengingat adanya demonstrasi besar-besaran di beberapa daerah terutama di Jakarta membuat mereka menjeda keputusan (Harapannya dibatalin sih)

Meanwhile, deadline pendaftaran calon kepala daerah tersisa 9 hari lagi. Udah mepet banget.

Di tambah, adanya pengalisu alias pengalihan isu di media sosial tentang selebritas. Bayangin, timeline Twitter se-chaos apa?

Makanya dari sejak tadi pagi, banyak mahasiswa yang turun ke jalan. Situasi terkini yang gue dengar, Mahasiswa Trisakti berhasil membobol gerbang gedung DPR RI di Jakarta. 

Bahkan di Sulawesi Selatan, masyarakat dan mahasiswanya berhasil masuk ke kantor DPRD Provinsi Sulsel.

Keren ya?

Tapi mari kita bantu berdoa dari jauh supaya perjuangan mereka bisa membuahkan hasil. Pun, sebenarnya dalam lubuk hati gue yang paling dalam, gue merasa bersalah gak ikut turun. Tapi, gue yakin dengan hadirnya tulisan ini atau sekadar aware saja dengan isu yang ada, kita bisa membantu menyadarkan orang lain terkait negara yang sedang kacau balau ini.

Yah, mungkin ada beberapa orang yang nantinya bertanya "Lu ngapain sih ngurusin ginian? Emang penting ya buat anak HI?"

Penting.

Sangat penting.

'Kalau lo nanya 'HI-nya di mana?' Maka gue bisa menjawab, HI-nya ada di neoclassical realism.

Teori realisme neoklasik ini adalah gabungan dari teori realis klasik dan neoralis yang menyatakan kalau cara suatu negara bertindak di dunia internasional dipengaruhi oleh dua hal: kekuatan global di luar sana dan situasi politik di dalam negaranya sendiri. Jadi, kebijakan luar negeri nggak cuma soal gimana negara lain bertindak, tapi juga gimana keadaan politik di dalam negeri negara itu.

Jadi kebayang dong, kalau ketidakstabilan politik kita sekarang pasti akan mempengaruhi arah kebijakan luar negeri (KLN) berubah.

Kalau versi ekstremnya, Realisme Neoklasik ini memandang bahwa ketidakmampuan pemimpin negara untuk menggalang kekuasaan negara dan dukungan rakyat, bisa bikin adanya kegagalan perluasan dan keseimbangan di negara itu sendiri sehingga memicu ketidakseimbangan internasional, runtuhnya negara-negara besar, bahkan perang.

Tentunya, kita gak mau itu terjadi, makanya ayo kita buka mata dan bergerak untuk melawan ketidakseimbangan yang terjadi ini. Mari kita berdo'a yang baik-baik agar para pejuang demokrasi di luar sana bisa kembali dengan selamat dan Indonesia bisa bangkit dari demokrasinya yang hampir mati.

------------------------------------------------------------------------------

Breaking News: Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco umumkan pembatalan pengesahan revisi UU Pilkada. (Yang dibatalkan pelaksanaan revisi di hari ini ya guys, bukan UU nya yang dibatalkan)


Komentar

Ê• •á´¥•Ê”